Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat mencatat terdapat 26 perusahaan fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online (pinjol) belum memenuhi ekuitas minimum.
Diketahui, penyelenggara fintech P2P lending wajib memenuhi ekuitas minimum Rp2,5 miliar berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi mengungkapkan, hal ini merupakan bagian dinamika dalam industri fintech.
Baca juga: Fintech Ini Gencarkan Inklusi Keuangan Lewat Penjualan ORI024
Menurutnya, iklim investasi atau pendanaan untuk fintech tengah mengalami penurunan. Hal ini tentunya turut mempengaruhi.
Hasan melanjutkan, hal ini menjadi bagian seleksi alam dari industri fintech yang sudah masuk ke fase baru.
Untuk itu, para pelaku atau penyelenggara fintech perlu melakukan sejumlah upaya agar dapat menarik minat investor.
"Dengan kondisi New normal yang ada, tentu penyelenggara fintech juga perlu menunjukkan potensi mereka ke depannya menarik minat penyertaan dan permodalan dari sumber permodalan," papar Hasan di The Kasablanka Hall Jakarta, Kamis (23/11/2023).
"Nah kita lihat sekalipun sedang ada tren penurunan arah investasi atau permodalan industri fintech ini, tapi di Indonesia kita cukup unik, dari tahun ke tahun terutama di tahun terakhir ini kita mencatat pertumbuhan permodalan tidak hanya dari sumber modal domestik tapi juga modal asing," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, OJK menyebut terdapat 26 fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan sebesar Rp2,5 miliar.
OJK pun meminta pemenuhan ekuitas minimum kepada fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp2,5 miliar.
Kemudian, 26 perusahaan fintech P2P lending tersebut diberikan waktu tambahan untuk bisa memenuhi batas permodalan minimumnya.
Diketahui, batas permodalan atau ekuitas fintech P2P lending telah diatur dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022. Aturan itu menyebutkan penyelenggara fintech harus memenuhi modal atau ekuitas secara bertahap.
"Jadi peluang yang seharusnya kita respon yaitu dengan menunjukkan bahwa penyelenggara industri fintech di Indonesia tetap memberikan potensi dan prospek pertumbuhan ke depan," papar Hasan.
"Yang akan menarik minat penyaluran modal-modal baru industri fintech di tanah air," pungkasnya.