News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Natal dan Tahun Baru 2024

Angkutan AMDK Diharapkan Tak Dilarang Beroperasi saat Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Alasannya

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. ementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan meminta Kementerian Perhubungan agar mempertimbangkan pengecualian angkutan logistik air minum dalam kemasan (AMDK) dalam wacana pelarangan untuk beroperasi saat libur Natal dan Tahun Baru 2024 (Nataru).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan meminta Kementerian Perhubungan agar mempertimbangkan pengecualian angkutan logistik air minum dalam kemasan (AMDK) dalam wacana pelarangan untuk beroperasi saat libur Natal dan Tahun Baru 2024 (Nataru).

Kedua kementerian itu pun telah bersurat kepada Menteri Perhubungan dan Dirjen Angkutan Darat terkait permintaan pengecualian pelarangan terhadap angkutan logistik AMDK saat Nataru 2024.

Sekretaris Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, mengingatkan jangan sampai adanya pelarangan operasi angkutan logistik AMDK pada saat liburan Nataru nanti justru merusak pertumbuhan industri yang beranjak stabil pasca-Covid 19.

Baca juga: Pengaturan Pelabuhan Penyeberangan pada Libur Natal dan Tahun Baru 2024

Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti baru-baru ini mengingatkan jangan sampai dengan adanya pelarangan beroperasinya angkutan logistik AMDK pada saat liburan Nataru nanti justru akan merusak pertumbuhan industri yang saat ini sudah beranjak stabil lagi akibat hantaman Covid yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

Dia mengutarakan, pertumbuhan Industri Agro sampai saat ini sudah mencapai 4,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di mana, kontribusi terhadap PDB untuk Industri Agro ini sudah lebih dari 50 persen.

“Jadi, PDB kita didominasi kontribusinya itu adalah dari sektor Industri Agro sebesar 51,13 persen. Ini sampai pada triwulan ketiga kemarin,” ujarnya.

Kemudian, ekspor sektor Industri Agro saat ini itu surplus USD 28,5 miliar. Dimana investasi industri di sektor tersebut saat ini sudah hampir merata baik, baik asing atau multinasional corporation (PMA) maupun dalam negeri (PMDN).

Artinya, di sini hanya bisa dikatakan 55 persen berbanding 45 persen, dan sektor industri atau PMDN dalam negeri juga sudah mulai tumbuh.

Jika dilihat skala usaha ada sekitar 13.000 unit, dan sektor industri yang ada di agro ini meng-cover kurang lebih 9,17 juta orang tenaga kerja.

Ada tujuh sektor yang berada di industri agro ini, yakni industri makanan, minuman, pengolahan tembakau, industri kayu dan barang kayu dari gabus, industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan reproduksi media rekaman, serta industri furniture.

“Ini adalah sektor-sektor dimana yang dibina oleh Direktorat Jenderal Industri Agro,” tutur Setia.

Namun demikian, dia mengatakan Industri Agro ini belum benar-benar pulih dari pukulan pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.

Sebeb, angkat industri makanan dan minuman itu rata-rata utilisasinya adalah 78,27 persen. Selama Covid, sampai September 2023 lalu, utilisasi masih belum pulih, masih di bawah normal saat sebelum pandemi.

Begitu juga untuk sektor industri lain. Hanya sektor industri kayu yang memang mengalami peningkatan utilisasi saat ini.

“Ini saya sampaikan untuk memberikan gambaran bahwasanya sektor industri ini punya peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kita,” tukasnya.

Dia mengutarakan bahwa komponen ekonomi itu terdiri dari produksi, distribusi, dan konsumsi.

Di sektor distribusi lewat logistik, pada tahun 2021 saja, untuk biaya logistik saja sebesar Rp. 182 triliun itu habis untuk biaya administrasi. Sedangkan untuk biaya pergudangan itu hampir Rp. 546 triliun.

Sementara, biaya transportasi di jalan itu menghabiskan biaya lebih kurang Rp.1000 triliun.

“Ini menjadi catatan bahwasannya logistik kita ini memang masih belum efisien. Terutama apabila kita bandingkan lagi dengan negara-negara lain. US itu hanya 9 persen saja, Jepang hanya 10 persen dan Malaysia negara tetangga hanya 15 persen. Ini yang kami perlihatkan di sini, meskipun industri dapat meningkatkan utilisasi, menekan atau melakukan efisiensi, tapi ketika sektor distribusi belum kita benahi juga, ini akan menjadi menurunkan daya saing dari produk-produk yang dihasilkan dari sektor industri tadi,” ungkapnya.

Apalagi, kata Setia, ada wacana lagi untuk melarang beroperasinya angkutan logistik AMDK pada liburan Natal tahun 2023 dan Tahun Baru tahun 2024 nanti.

Dia mencontohkan kasus di Hari Raya Idul Fitri tahun 2023 lalu, Kemenperin mem-propose waktu itu. Sebba, diestimasikan sekitar kurang lebih 139 juta produk AMDK yang tidak dapat terdistribusi kepada konsumen akibat diberlakukannya pelarangan angkutan logistik AMDK.

Hal itu berdampak pada pembatasan distribusi dan yang tertinggi itu adalah wilayah Jabodetabek sekitar 46 persen, diikuti Jawa Timur 22 persen, Jawa Tengah dan Jawa Barat 10 persen, Sumatera 8 persen dan wilayah lainnya itu sekitar 5 persen.

Menurut Setia, terhambatnya distribusi AMDK ini memberikan dampak pada kelangkaan produk.

Jika dicermati, terutama untuk produk-produk kemasan galon maupun kemasan botol, walaupun sudah ditumpuk di pergudangan, tapi karena produknya build up stock, produk-produk dari AMDK ini hanya bisa bertahan 2 hari berdasarkan jumlah kemasan yang tersedia.

”Jadi, kelangkaan AMDK ini tetap akan terjadi dan menyebabkan harga yang tidak terkendali,” katanya.

Dan satu sisi lagi, untuk memulihkan pola distribusi produk AMDK kembali ke kondisi normal sebelum dilakukan pembatasan, itu akan diprediksikan membutuhkan waktu sekitar 2 bulan. “Ini dari asesmen kami. Tapi, dari beberapa industri lainnya juga ada yang mengatakan 1 bulan, 1,5 bulan, atau 2 bulan. Jadi, ada beberapa yang memang menjadi catatan, di mana untuk kembali mereka memulihkan pola distribusinya, itu dari asesmen kami kurang butuh waktu lebih dari 2 bulan,” ujarnya.


Sementara, optimalisasi untuk transformasi alternatif saat ini masih belum efisien.

Menurut Setia, Kemenperin sekarang sedang mengkaji untuk penggunaan KAI logistik dan juga untuk pengembangan utilisasi warehouse atau pergudangan.

”Tapi, di kajian ini kami juga mengalami kondisi existing yang harus kita pahami bersama. PT Kalog saat ini belum menjadi moda transportasi distribusi yang diminati industri, karena memang biaya-biaya yang dikeluarkan itu cukup tinggi sewanya, kegiatan bongkar muatnya, proses dooringnya, tidak mendapat pembebasan PPN 11 persen, bahan bakarnya, kemudian PNBP yang dihitung dari KAI ini dasarnya adalah per kilometer atau per tonase.

“Nah, kami saat ini sedang berkomunikasi intens menyangkut dengan biaya sewa, pertimbangan untuk pemberian insentif PPN 11 persen, khususnya untuk komoditi tertentu tadi.” tuturnya.

Plt Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan, Krisna Ariza, juga meminta agar Kemenhub mempertimbangkan pelarangan angkutan logistik AMDK pada saat libur Nataru nanti agar tidak memicu terjadinya inflasi imbas kenaikan harga dan kelangkaan barang di masyarakat.

“Namun ini perlu diantisipasi kalau kita lihat dari pengalaman sebelumnya dalam lima tahun terakhir, di mana inflasi mengalami peningkatan pada setiap periode Natal dan Tahun Baru,” katanya.

Untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan inflasi ini akibat kebijakan pelarangan angkutan logistik saat Nataru nanti, Krisna mengatakan Kemendag akan selalu berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk barang-barang kebutuhan pokok agar dikecualikan, termasuk AMDK yang saat ini juga sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat.

“Jadi, kolaborasi antar kementerian sangat penting untuk hal ini, supaya barang kebutuhan pokok tidak langka dan memicu kenaikan harga. Pangan ini yang paling utama harus masuk ke dalam perut. Jadi, nggak bisa dibatasi dan nggak bisa dilarang-larang,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mempersilakan kedua kementerian tersebut untuk mengajukan surat kepada Menteri Perhubungan.

“Silakan diajukan ke Pak Menteri terkait AMDK ini. Itu masih memungkinkan untuk dimasukkan dalam pengecualian sebelum SKB-nya ditandatangani. Secara prinsip sebetulnya kami juga tidak mau ada pembatasan,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini