Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan importasi beras yang dilakukan pemerintah bukanlah hal yang membanggakan.
“Perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa kita tidak bangga melakukan importasi," kata Arief dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (21/12/2023).
"Jadi ini harus diketahui oleh seluruh pihak, kita tidak bangga," lanjutnya.
Baca juga: Kepala Bapanas Terbang ke India, Bahas Impor Beras dan Daging Kerbau
Ia mengatakan, impor beras dilakukan sebagai alternatif terakhir di tengah dinamika produksi dan konsumsi yang mengalami pergeseran.
Saat ini, kata Arief, tengah terjadi perubahan iklim, fenomena El Nino, dan disrupsi akibat dampak pandemi.
Oleh karena itu, kondisi penanaman sebelumnya belum optimal dikerjakan karena kondisi kekurangan air, sehingga berujung pada keputusan importasi.
Adapun saat ini Indonesia memerlukan produksi beras yang mampu melebihi dari 1 juta hektar per bulan.
Apabila tidak, diperkirakan neraca pangan akan mengalami defisit.
“Kalau kita tidak menanam sampai dengan 1 juta hektar, maka neraca pangan kita defisit," ujar Arief.
Namun, setelah November dan utamanya pada Desember, dia bilang sudah ada hujan turun di beberapa tempat.
"Ini memang agar secara optimal, kita bersama-sama harus mendorong untuk tanam,” kata Arief.
Dalam KSA (Kerangka Sampel Area) oleh BPS (Badan Pusat Statistik), disebutkan bahwa areal tanam di bawah 1 juta hektar.
Produksi selama sebulan, dengan proyeksi tiga bulan ke depan penanaman di bawah 1 juta hektar, estimasinya sebesar 900 ribu ton sampai 1,1 juta ton.
Arief mengatakan, angka itu akan di bawah kebutuhan konsumsi bulanan RI, yaitu 2,5-2,6 juta ton.
"Nah ini harus diantisipasi oleh kita semua. Bapak Presiden Joko Widodo telah perintahkan untuk mempersiapkan produksi dalam negeri," ujarnya.
Ketersediaan Pasokan Pangan Harus dari Dalam Negeri
Arief mengatakan, ketersediaan pasokan pangan nasional tetap harus mengutamakan produksi dalam negeri.
“Perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa kita tidak bangga melakukan importasi. Jadi ini harus diketahui oleh seluruh pihak, kita tidak bangga," katanya.
"Untuk ketersediaan nasional, kita harusnya memang mempersiapkan dengan baik dengan bersumber dari di dalam negeri. Jadi tetap mengutamakan produksi dalam negeri,” imbuhnya.
Ia menyebut, ketahanan pangan nasional RI harus berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.
Jadi, untuk komoditas pangan yang bisa diproduksi sendiri dari dalam negeri, Arief mengatakan hal tersebut harus dioptimalkan.
Ia ingin agar perekonomian itu tidak berada di luar negeri, tetapi digeser ke Indonesia.
"Tentunya di-lead oleh kementerian teknis dan kita dukung bersama-sama. Nah Badan Pangan Nasional lebih ke arah pasca panen,” ujar Arief.