Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku usaha ritel mengeluhkan peraturan pengetatan dan pembatasan kuota impor atas sejumlah jenis produk legal yang akan mulai berlaku pertengahan Maret 2024.
Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mandey mengatakan, Permendag 36/2023 berdampak pada anjloknya produktivitas peritel.
Regulasi itu dikhawatirkan menyebabkan konsumsi masyarakat disebut akan menurun karena produk pilihan mereka tak lagi tersedia di gerai ritel, sehingga berpengaruh ke produktivitas pengusaha ritel.
"Efek dominonya, tergerus juga kontribusi perpajakan akibat penurunan penjualan atas berbagai macam barang yang diimpor legal (pangan dan non pangan) pada ritel modern," kata Roy dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Jumat (19/1/2024).
Pihaknya bisa memahami bahwa arah kebijakan ini adalah untuk memajukan produk dalam negeri yang kini sedang berkembang.
Namun, ia menilai, seharusnya jangan sampai impor produk legal yang selama ini sudah memenuhi segala aspek legal dan ketentuan yang berlaku, jadi lebih diketatkan.
"Impor produk legal yang telah berjalan selama ini, yang telah memenuhi segala aspek legal dan ketentuan yang berlaku, telah membayar tarif bea masuk dan perpajakan yang berlaku, menurut pandangan kami, perlu dijaga dan dipertahankan juga, bukan diketatkan hingga tergerus dan langka" kata Roy.
Baca juga: Curhat UMKM Ekspor Terkait Aturan Pembatasan Impor Cross Border di Atas 100 Dolar AS
Realitanya, kata dia, impor produk ilegal yang justru tidak memenuhi ketentuan atau dikenal juga dengan istilah "thrifting", malah semakin marak dan tersedia di Indonesia.
"Yang menjadi kenyataan dan terjadi malah impor produk yang legal, yang menjadi pilihan konsumen Indonesia berbelanja di mal di luar negeri, malah diperketat/dipersulit," ujar Roy.
"Bahkan cenderung nampaknya hendak dihilangkan secara sistematis," lanjutnya.
Baca juga: Jepang Akan Menghapuskan Pembatasan Impor Produk Makanan Bagi Indonesia
Padahal, menurut Roy, produk impor legal juga menjadi daya tarik wisatawan untuk berbelanja di Indonesia karena kerap mendapat diskon ekstra dan keuntungan dari nilai tukar mata uang yang lebih bersaing.
Ia turut mengeluhkan regulasi ini karena adanya penambahan berkali lipat HS (harmonized system) code misalnya untuk impor produk legal yang bukan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting).
Selain itu, peraturan teknis (pertek) melalui Kementerian Perindustrian dinilai belum siap dilaksanakan.
Hal itu disebabkan oleh petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta aspek pengawasannya belum optimal karena keterbatasan tenaga pengawas.
"(Ini) menjadi persoalan mendasar, sehingga tergerusnya produktivitas usaha," ujar Roy.