Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk fokus menurunkan harga bahan-bahan pokok. Harga beras di DKI Jakarta terbilang tinggi.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga beras di DKI Jakarta, beras kualitas bawah I Rp 14.650/kg, beras kualitas bawah II Rp 13.950/kg, beras kualitas medium I Rp 15.900/kg, beras kualitas medium II Rp 15.050/kg, beras kualitas super I Rp 19.000/kg, beras kualitas super II Rp 16.850/kg.
"Tembus Rp 17.000/kg. Pagi ini ibu-ibu mengeluhkan harga beras. Upah buruh rata-rata naik hanya 3 persen bahkan di bawahnya. Harga pangan tinggi sekali," ujar Mirah saat dihubungi Tribunnews, Senin (12/2/2024).
Baca juga: Beras Premium Langka dan Mahal, Komisi IV DPR Minta Pemerintah Segera Operasi Pasar
Mirah menyinggung bantuan sosial yang diterima masyarakat. Menurut Mirah, masih ada masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial, bahkan sempat menerima kini tidak lantaran namanya dicoret.
"Bansos-bansos yang biasanya diberikan untuk tidak mampu, ternyata banyak data-data tidak mampu dicoret diganti nama orang lain. Padahal, nama-nama baru itu mampu," kata Mirah.
Mirah meminta Presiden Jokowi di penghujung masa jabatannya untuk fokus mengatasi persoalan pangan. Terutama untuk mengantisipasi stok kebutuhan pangan dan lonjakan harga menjelang Ramadhan 1445 Hijriah.
"Pak Jokowi fokus saja menurunkan harga bahan pokok kebutuhan dasar rakyat. Jangan sampai ini terus meninggi. Jangan sampai seperti gunung es, sewaktu-waktu bisa meledak karena hal-hal ini terkait perut, rakyat sensitif," tutur Mirah.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah diminta memastikan bahwa praktik bisnis di pasar beras berjalan sesuai dengan regulasi yang ada, dan harga yang adil bagi konsumen Hal tersebut disampaikan Juna yang merupakan pedagang beras di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Juno mengatakan, beras premium yang dia beli di supplier sebesar Rp 16.800 per liter. Harga ini justru berbeda dengan beras Bulog Rp 15.200 per liter.
"Sulit karena kemanapun beli mau ke Indomaret (pasar ritel modern) tetap Bulog semua," kata Juna saat ditemui Tribunnews, Minggu (11/2/2024).
Meski begitu, Jona tetap menjual beberapa jenis beras premium dengan harga bervariasi mulai dari Rp 13.000 sampai Rp 13.500 per liter tergantung jenis berasnya. Artinya, Juna menjual rugi beras-beras jenis premium dari harga beli.
"Susah. Ibaratnya kita beli premium dengan Bulog, mau kita premium lebih banyak rugi kita jual Bulog takutnya enggak sesuai juga karena kualitasnya," ungkapnya.
Dikatakan Juna, kenaikan harga beras sudah berjalan sejak Pandemi Covid-19 2020 lalu. Mulanya, harga beras premium berkisar Rp 8.000 per liter, hingga kini hampir menyentuh Rp 17.000 per liter.
"Sudah lama dari sejak Corona, engga turun malah naik. Awalnya ada yang Rp 8.000 sampai Rp 9.000. Sekarang bukan malah turun malah naik," jelas dia.
Peritel Keluhkan Langkanya Beras Premium
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mandey mengatakan, peritel mulai kesulitan mendapatkan suplai beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kilogram (kg) karena adanya keterbatasan suplai.
Adapun keterbatasan suplai tak lepas dari masa panen yang diperkirakan baru akan datang pada pertengahan Maret 2024, serta belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor Pemerintah.
"Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di pasar ritel modern (toko swalayan)," kata Roy.
Roy mengatakan, keadaan kenaikan harga beras ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Akibatnya, bahan pokok lain juga ikut mengalami hal serupa.
APRINDO meminta Pemerintah merelaksasi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sejumlah bahan pokok untuk sementara waktu.
Bahan pokok yang dimaksud di antaranya beras, gula, minyak goreng, dan beberapa komoditas lainnya yang berpotensi mengalami kenaikan harga di Februari ini. Roy meminta adanyan relaksasi HET hingga periode tertentu, selama kebijakannya masih dikaji dan belum adanya keputusan untuk melakukan perubahan HET & Harga Acuan melalui Rakortas.