Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan, minat generasi muda terjun menjadi petani ditengarai semakin menurun. Mereka lebih memilih profesi sebagai pegawai atau bekerja di bidang lain di luar sektor pertanian yang harus bergulat dengan lumpur sawah.
Namun, pemuda berusia 30-an asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Hamzan Wadi menepis anggapan tersebut.
Dari kegiatan bertani yang ditekuni, dia mampu raih omzet atau penghasilan hingga ratusan juta pertahunnya.
"Penghasilan bersihnya satu hektar lahan bisa Rp 110 juta sampai Rp 120 juta ke atas," ungkapnya saat diwawancari Tribunnews pada acara International Conference of Youth in Agriculture (ICYA) 2024 di Yogyakarta, Senin (26/2/2024).
ICYA merupakan konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS), didukung oleh Bayer.
Sebelum meraih omzet yang luar biasa ini, Hamdan tadinya punya pikiran serupa soal profesi petani.
Yaitu profesi petani tidak begitu menjanjikan dan hanya diminati generasi tua. Kebanyakan anak muda saat ini juga lebih tertarik menjadi karyawan atau pegawai.
Hamdan berpendapat anak muda biasanya tidak mampu mengelola lahan ketika sudah jadi karyawan.
Namun, pada satu titik ia merasa harus terlibat menjadi petani. Jika tidak, lahan yang yang dimiliki oleh keluarganya akan terbengkalai.
Baca juga: Cerita Petani Wonosobo ke Cak Imin: Banyak yang Pergi ke Kota, Tak Mau Bertani
Ujung-ujungnya, lahan tersebut kemudian dijual oleh keluarganya.
"Saya berpikir kalau saya tidak terlibat di dalam pertanian, yang akan mengelola lahan ini siapa? Ketika orang tua saya tidak mampu lagi, tidak punya tenaga bertani, (lahan) akan dijual," kata Hamdan.
Keinginan ini pun bertambah kuat karena Hamdan mengeyam pendidikan pertanian di bangku perkuliahan.
Baca juga: Bagaimana Petani Etiopia Menyiasati Kekeringan Ekstrem?
Hamdan bertekad menunjukkan pada pemuda di desanya bahwa bertani bisa menghasilkan.