Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan segera memberlakukan kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12 persen dari sebelumnya sebesar 11 persen mulai 1 Januari 2025.
Kenaikan tarif PPN 12 persen akan berpengaruh ke berbagai sektor, seperti manufaktur.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier menilai kenaikan PPN bisa dilakukan namun tidak ke semua sektor.
"Industri dalam hal pajak itu termasuk bagian dari biaya yang mesti harus dikeluarkan. Kalau semakin banyak biaya pasti ujungnya yang nanggung konsumen. Kalau konsumennya nanggung nanti situasi seperti apa. Kalau saya itu pajak antara hulu, tengah, hilir itu harus di refresh," ujarnya.
Artinya jangan semua diberi pajak. Kalau misal 12 persen dipajaknya di hulu, masuk ke intermediate jangan di pajak lalu masuk ke hilir jangan di pajak. Tinggal geser saja, itu masih oke, tidak banyak berubah," jelas Taufiek di Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Secara hukum ekonomi, jika harga barang semakin murah, yang dihasilkan industri akan tambah banyak dan membuat harganya kian murah dan terjangkau.
Taufiek menyatakan, hal-hal yang berkaitan dengan pajak memiliki sensitivitas sangat tinggi, jadi harus dipikirkan lebih matang.
Baca juga: Pemberlakuan PPN 12 Persen Akan Tekan Daya Beli, Jadi PR Berat Pemerintahan Prabowo
"Kalau demand naik itu multiplayer dari demand itu sangat besar. Industri akan menambah investasi karena pasarnya luas, orang bekerja di situ, pekerjanya nanti dapat pajak PPH dia akan belanja, pemerintah dapat PPN," kata dia.
"Jadi pajak itu bisa dilihat juga di situ. Jangan yang sudah ada ditambah, harusnya meng-create inovasi baru yang tidak memberikan beban ekonomi," sebutnya.