Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini menyatakan, pemerintah perlu punya strategi lebih bagis untuk meningkatkan produksi beras lokal agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Harga beras melonjak cukup tinggi selama beberapa bulan terakhir. Pemerintah menyatakan lonjakan harga beras karena faktor perubahan iklim dan El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam.
Penurunan produksi juga diakibatkan adanya konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah ke penggunaan non-pertanian di sentra-sentra produksi padi terutama di Jawa.
"Karena produksi beras kita hari ini tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, jadi harus ada kebijakan. Sekarang juga banyak tanah pertanian dipakai untuk hunian," ujar Anggia, Senin (1/4/2024).
Untuk benih ini harus memang yang berkualitas sehingga memotivasi para petani, untuk panen tidak perlu lama dan sekali panen menghasilkan yang lebih banyak.
"Lalu teknologi yang efisien harus mulai diperkenalkan," kata Anggia.
Anggia menuturkan, sudah ada informasi dari pemerintah kalau ada bantuan tambahan anggaran senilai Rp28 triliun sehingga total menjadi Rp54 triliun untuk subsidi pupuk.
Hal tersebut demi peningkatan produktivitas pertanian dalam negeri. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan tata kelola yang baik juga, walaupun ada uangnya tapi tidak ada pengawasan akan sama saja.
Baca juga: Komisi VI DPR: Pemerintah Gagal Mengelola Produksi Beras Dalam Negeri
"Hari ini dengan pengadaan konsentrasi bagaimana padi ini atau beras ini bisa terproduksi dengan baik. Nah bagaimana caranya itu yang harus kita diskusikan ya, jangan selalu kita impor karena angkanya sekarang sudah terlalu tinggi," tutur Anggia.
Dia mengatakan, harus ada strategi yang bisa mengurangi impor. Ditambah, kata dia, menjelang lebaran beberapa komoditas pangan terutama beras itu sangat tinggi dan sampai hari ini pun juga belum ada kepastian bahwa beras akan tersedia dengan baik.
Baca juga: Bapanas Larang Pengusaha Naikkan Harga Beras SPHP
"Kita sudah impor hampir 4 juta ton dan itu sudah cukup membantu, meskipun sebenarnya tidak mengurai masalah tentang ketersediaan atau kedaulatan pangan kita karena harusnya kita mampu untuk bisa berdaulat," terang Anggia.
"Tetapi yang akan kita jadikan temuan adalah ternyata memang ketersediaan beras atau pengilingan padi Bulig pun juga tidak ada, artinya ketersediaan beras yang ada itu memang belum cukup belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat," tutur Anggia