News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Erick Thohir Wanti-wanti Soal Dampak Konflik Israel-Iran, Bos Pertamina Terapkan Strategi Ini

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan Pertamina secara intens terus memantau perkembangan terkini dan dampak memanasnya geopolitik khususnya yang terjadi antara Iran-Israel, terhadap rantai pasok energi global.

Nicke menyebut fluktuasi minyak dunia akan kian dinamis pasca meningkatnya ketegangan yang terjadi di timur tengah.

Untuk itu pihaknya akan melakukan sejumlah upaya untuk memitigasinya.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Diramal Tembus 100 Dolar AS, Harga BBM Bersiap Naik? Ramai-ramai Ingatkan Bahaya

“Kita akan terus meningkatkan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi potensi dampak dari dinamika situasi ekonomi dan geopolitik," ucap Nicke dalam keterangannya, dikutip Jumat (19/4/2024).

"Termasuk pegendalian biaya, pemilihan komposisi crude yang optimal, pengelolaan inventory yang efektif, peningkatan produksi high-yield products dan efisiensi di semua lini operasional," sambungnya.

Pernyataan yang dilontarkan Nicke merupakan respon dari peringatan dari Menteri BUMN Erick Thohir terkait dampak memanasnya konflik di negara Timur Tengah.

Erick Thohir memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia.

Erick mencontohkan inflasi di Amerika Serikat (AS) sebesar 3,5 persen membuat langkah the Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus 85,7 dolar AS dan 90,5 dolar AS per barel.

"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," lanjutnya.

Erick menyampaikan dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari kebelakang.

Baca juga: Efek Serangan Iran ke Israel Bagi Ekonomi Dunia: Harga Minyak Membara Hingga Picu Inflasi Global

Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp 16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.

Oleh karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.

Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.

Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," lanjut Erick.

Selain itu, sambung Erick, BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti Pertambangan MIND ID, perkebunan PTPN bisa memanfaatkan tren kenaikan harga ini untuk memitigasi tergerusnya neraca perdagangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini