Rumah modular dibangun dengan cara yang berbeda dari rumah biasa.
Komponen seperti dinding, jendela dan pintu, dan atap sudah diproduksi terlebih dahulu, sehingga nantinya hanya tinggal dirakit (assembly) di lokasi konstruksi tanpa menyisakan limbah.
Jenis konstruksi ini, katanya, 50 persen lebih cepat dan membutuhkan bahan hingga 50 perseb lebih sedikit, sehingga menghasilkan efisiensi biaya 50 persen dibandingkan konstruksi konvensional atau tradisional.
“Teknologi baru telah memungkinkan bangunan atau rumah modular dibangun lebih besar, lebih tinggi, dan dalam banyak desain. Unit dapat dikirim ke seluruh negeri dan dirakit di lokasi dalam hitungan hari," ucap Nicolas.
"Rumah modular Ini dibangun menggunakan sistem yang melibatkan proses berurutan yang kini menggunakan teknik modern seperti pemodelan digital 3D, sehingga memungkinkan adanya perencanaan awal untuk membuat proses lebih efisien,” bebernya.
Nicolas menambahkan, jika ditinjau dari kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia yang terus meningkat, terutama yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah modular berstruktur baja ringan (steel frame) adalah satu pilihan yang tepat.
Pasalnya, selain hemat energy pada operasional dan hemat biaya, rumah modular berstruktur baja ringan juga kuat, ringan, cepat dalam pembangunan, lebih sejuk, rendah jejak karbon dan ramah lingkungan.
Baca juga: Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca, Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Ditingkatkan Industri Semen
“Kebutuhan rumah modular berstruktur baja ringan ini juga dapat dipenuhi oleh industry baja nasional yang mana akan memberikan nilai TKDN yang cukup tinggi dan akan meningkatkan utilisasi produksi yang pada akhirnya menggerakkan roda ekonomi sesuai tujuan SDGs," terang Nicolas.
"Selain itu, dengan pemanfaatan penutup atap dan dinding yang dilapisi cat reflektif surya yang memiliki nilai SRI (Solar Reflectance Index) tinggi, efek urban heat island ini juga dapat diminimalisir,” tambahnya.