News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Inaplas Keluhkan Permendag 8/2024: Industri Polyester Telah Tutup dan Lainnya Segera Menyusul

Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Permendag No.8 Tahun 2024, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional, Jakarta, Senin (8/7/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang larangan pembatasan (Lartas) barang impor, membuat Indonesia kebanjiran barang dari luar negeri.

Kondisi ini membuat banyak sektor industri terhimpit oleh barang-barang impor, sekaligus berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), seperti di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).

Selain itu, sektor padat modal seperti industri kimia juga terancam mulai lesu.

Menurut data Kementerian Perindustrian, investasi industri kimia mencapai angka 31,41 miliar dolar AS atau setara Rp 511 triliun hingga tahun 2030.

Baca juga: Dampak Permendag 8 Tahun 2024, 11.000 Pekerja Industri TPT Kena PHK

Dari nilai total investasi tersebut, yang saat ini sudah berjalan dari PT Lotte Chemical Indonesia sebesar 4.000 juta dolar AS dan Pertamina Polytama Propindo 2 yang senilai 322 juta dolar AS. Artinya, Indonesia berpotensi kehilangan investasi industri kimia sebesar 27 miliar dolar AS.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono, mengatakan dengan turunnya produksi TPT akibat impor, berdampak langsung terhadap turunnya produksi petrokimia di industri petrokimia hulu.

"Beberapa industri polyester telah menyatakan tutup dan beberapa lainnya dapat segera menyusul jika kondisi terus memburuk. Lalu, utilisasi industri polyester saat ini hanya 50 persen, titik dimana sulit untuk bisa mempertahankan operasional pabrik," tutur Fajar dalam diskusi "Permendag No.8 Tahun 2024, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional", Jakarta, Senin (8/7/2024).

Ia menambahkan, industri Purified Terephthalic Acid (PTA) saat ini hanya beroperasi 60-70 persen saja, yang juga mengakibatkan dropnya kebutuhan paraxyelene, Acetic Acid dan MEG secara parallel.

"Industri bahan baku plastik ini hanya beroperasi di bawah 70 persen saja, akibat banjirnya impor bahan baku plastik," jelas Fajar.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Reni Yanita, menyampaikan rencana proyek investasi industri petrokimia tersenut utamanya untuk bahan baku plastik.

"Jadi memang rencananya proyek industri petrokimia sampai tahun 2030 mencapai 31,4 miliar dolar AS, terbagi untuk beberapa proyek yang dilakukan oleh PT Chandra Asri Perkasa, PT Lotte Chemical Indonesia, PT Sulfindo Adiusaha, Proyek Olefin TPPI Tuban, PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) (Proyek GRR Tuban)," terang Reni.

Reni menerangkan, saat industri tidak didukung dengan kebijakan yang tepat bisa saja investasi berpotensi turun dan baru bisa direalisasikan beberapa puluh tahun mendatang.

"Jadi kalau tidak dibarengi dengan kebijakan impor yang tepat, mungkin ini akan terjadi beberapa puluh tahun lagi untuk kita bisa mendapatkan. Atau bahkan mereka (investor) beralih ke negara tetangga kita di ASEAN," ungkap Plt Dirjen IKFT.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini