TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem pemasaran Multi Level Marketing atau MLM selama ini banyak dikenal masyarakat.
Ini adalah sebuah strategi pemasaran dengan skema yang terdiri dari anggota upline dan downline.
Pada dasarnya, MLM memiliki dua prinsip dasar. Pertama, adanya produk yang dijual dan kedua, penjualan produk dipusatkan dan tergantung pada usaha anggota untuk mencari dan merekrut anggota baru.
Sehingga memang fokus sistem pemasaran ini tidak melulu kepada produk. Tapi juga peluang untuk mendapat penghasilan, atau komisi, akan lebih besar.
Baca juga: Indonesia Dinilai Mampu Mengentaskan Pengangguran Lewat MLM
Seiring perkembangan zaman, transaksi jual beli produk sangat terbantukan oleh teknologi internet dan smartphone. Pasar menjadi begitu dekat dengan konsumen. Tidak hanya sebagai pembeli, kadang juga bertindak sebagai penjual.
Penjual dapat melihat review produk di Tiktok, sesaat kemudian dapat langsung bertransaksi dengan pembeli.
Di sisi lain, pembeli mencari produk di platform e-commerce setelah melihat review produk tersebut di Youtube. Begitu translaksi selesai, produk pun tinggal ditunggu di rumah. Hebatnya, semua kemudahan ini tidak menghilangkan transksi langsung temu muka.
Pembelian langsung dari penjual tetap terus hidup, meski konsumen tetap mempunyai pertimbangan dan penilaian pribadi setelah membaca atau melihat review dari konsumen lain di media sosial.
Kekuatan media sosial dan platform e-commerce adalah hal penting untuk sebuah produk bisa bertahan hidup. Sudah banyak pelaku bisnis memperkuat strategi pemasarannya menerapkan saluran penjualannya di berbagai lini. Sistem MLM pun mulai terasa tertinggal zaman.
Salah satu brand yang menerapkan sistem pemasaran MLM adalah CNI yang memasarkan suplemen kesehatan sejak berdiri pada tahun 1986. Namun sejak 1 Oktober 2023 CNI meninggalkan sistem yang telah dianutnya selama 37 itu.
“Sebagai pelaku bisnis, kita dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga CNI yang akan selalu inovatif, kreatif dan adaptif dalam menjalankan roda bisnis, khususnya yang berkaitan dengan dunia digital. Kami memutuskan untuk meninggalkan skema MLM dan beralih ke Mixed Marketing Concept,” kata CEO CNI Indonesia Abrian Natan, dalam keterangan pers dikutip Senin, 8 Juli 2024.
Dia menjelaskan, melalui Mixed Marketing Concept (MMC), produknya dapat menjangkau konsumen dengan lebih luas lagi, karena dapat dibeli secara offline dan secara online di marketplace. MMC merupakan penggabungan keunggulan dari konsep pemasaran offline, online serta pemasaran langsung yang mencakup penjualan pribadi, berjenjang, berjenjang terbatas, serta mengadopsi sebagian sistem franchise.
Dia menjelaskan, dalam hal pemasaran offline, pihaknya tetap mengutamakan existing partnership yang terdiri dari para distributor dan sales operator dengan “amunisi” baru, yaitu CNI Store. Toko fisik yang berdiri di area Head Office CNI di kawasan Kembangan, Jakarta Barat ini mengadopsi sebagian sistem franchise, namun tetap memiliki perbedaan dengan model franchise tradisional.
Dia menjelaskan, CNI Store dijalankan dengan sistem dan prosedur yang distandarisasi. Namun beberapa hal dirancang lebih sederhana dan fleksibel, seperti misalnya jam operasional yang memungkinkan para mitra meraih margin keuntungan jauh lebih baik.
Menurutnya, yang paling signifikan adalah zero license fee, yaitu tidak ada biaya yang dikenakan ke mitra untuk menggunakan brand ini di media offline dan online.
Sistem pengelolaan tersebut juga merupakan strategi perusahaan dalam menjalankan komitmen bersama mitranya dengan sistem yang fleksibel dan tidak mengekang. Namun, di sisi lain CNI tetap menjamin supply chain berjalan maksimal karena dikelola dan dikontrol langsung oleh CNI, dengan sistem transaksi tersentralisasi dan dijalankan menggunakan aplikasi dan teknologi.
“Lokasi-lokasi CNI Store kami tentukan sesuai kebutuhan pengembangan wilayah geografis dan wajib memenuhi standarisasi yang ditentukan. Kami menargetkan 1000 CNI Store diseluruh Indonesia pada tahun 2025,” kata Abrian.