TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Amin Ak meminta pemerintah memantau tidak terjadinya monopoli pasar, jika induk Tiktok, yakni Bytedance, benar-benar akan mengakuisisi Online Travel Agent (OTA) lokal, yakni Traveloka.
Amin Ak melihat akuisisi tersebut harus menjadi pengingat bagi pemerintah sebagai regulator. Terutama, untuk memastikan persaingan pasar yang adil, mengingat akuisisi menggabungkan dua platform besar yakni media sosial Tiktok dan Traveloka berstatus online travel agent (OTA).
"Tanpa regulasi yang ketat, sangat mungkin penggabungan keduanya akan memunculkan monopoli pasar di bisnis akomodasi," ujar Amin saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (19/7/2024).
Baca juga: Cara Refund Tiket Pesawat via Aplikasi Traveloka, Perhatikan Syarat dan Ketentuannya
"Seperti kita ketahui, ByteDance, pemilik TikTok merupakan raksasa platform e-commerce global asal China. Sedangkan Traveloka merupakan salah satu dari dua pemain online travel agent besar di Indonesia selain Tiket.com," sambungnya.
Amin mendesak, pemerintah mengambil langkah cepat soal kabar ini. Sebab, jika benar terjadi dan dibiarkan, maka ruang bagi pemain lokal mendapatkan pasar akan semakin sempit.
Sementara induk Tiktok, Bytedance, sebagai raksasa teknologi, punya kapital dan berbagai sumber daya berlebih, demi merebut pasar lokal.
"Pertama, terjaganya persaingan tetap sehat sehingga tidak mematikan pemain travel lokal lainnya. (Kedua), Pemerintah dan otoritas regulasi harus memantau pasar dengan cermat," tutur Amin.
Menurut Amin, dengan penguasaan teknologi oleh ByteDance yang lebih _advance_, maka masuknya raksasa China tersebut dengan mengendarai Traveloka, jelas akan membuat daya saing pasar pemain lokal tergerus.
Amin juga memaparkan data, Traveloka merupakan salah satu dari dua pemain OTA besar di Indonesia. Pada 2022 lalu, Traveloka meraup pendapatan sebesar Rp3,46 triliun dengan kenaikan 75 persen year on year (YoY).
Dengan penguasaan pasar Traveloka, ditambah Bytedance menjadi pengendali nantinya, kedaulatan data juga harusnya menjadi perhatian serius. Amin melihat, aksi korporasi ini bukan sekadar bisnis semata. Jika pun akuisisi tetap terjadi, maka pemerintah pun perlu membuat regulasi yang jelas.
Baca juga: Kasus Hukum Putranya Terus Bergulir, Tamara Tyasmara Dihujat Warganet karena Asyik Joget TikTok
"Belajar dari kasus bobolnya Pusat Data Nasional, kita sangat meragukan kemampuan dan komitmen pemerintah melindungi data pribadi masyarakat Indonesia," imbuh Amin.
Harapannya, kata Amin, akan lebih banyak pengguna mancanegara akan melihat dan mempertimbangkan destinasi wisata di Nusantara.
"Namun jika sebaliknya, siap-siap saja kita hanya menjadi penonton riuhnya bisnis pariwisata dan akomodasi, tanpa menikmati kuenya secara signifikan," tambah Amin.
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Tiktok membantah mengakuisisi perusahaan agen perjalanan daring atau OTA lokal. Penegasan ini disampaikan oleh Tiktok untuk menjawab rumor Tiktok akan mengakuisisi Traveloka.
Baca juga: INACA: Iklim Bisnis Penerbangan Tidak Sehat, Ada Monopoli Bisnis