Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah kesehatan akibat konsumsi tembakau menjadi tantangan yang dihadapi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.
Pemangku kepentingan perlu berkolaborasi untuk mendorong implementasi pengurangan bahaya tembakau bagi perokok dewasa melalui Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024.
Ketua Aliansi Vaper Indonesia (AVI) Johan Sumantri menjelaskan kolaborasi lintas sektoral dapat menjadi solusi atas permasalahan kesehatan yang diakibatkan konsumsi merokok.
Pihaknya mendorong penerapan pengurangan risiko di masyarakat dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan.
“Forum ini merupakan wujud nyata dari kepedulian kita bersama untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai konsep dan implementasi pengurangan bahaya, terutama untuk meminimalisir dampak dari kebiasaan merokok,” kata Johan, dikutip Minggu (21/7/2024).
“Upaya ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, praktisi kesehatan, konsumen dan masyarakat umum baik dari dalam maupun luar negeri,” sambungnya.
Baca juga: Microsoft Down Ganggu Pelayanan, Menhub Tekankan Pentingnya Penggunaan Teknologi Terbaik
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif telah mencapai 70 juta orang.
Menurut Kementerian Kesehatan, 70 juta perokok dewasa tersebut berpotensi terkena Penyakit Tidak Menular (PTM).
Sebab, konsumsi rokok menjadi salah satu faktor risiko yang bisa menyebabkan PTM.
AVI berkomitmen untuk memberikan informasi holistik dan akurat kepada publik, bahwa rokok elektrik dan tembakau yang dipanaskan secara khusus diperuntukkan bagi perokok dewasa berusia 18 tahun ke atas yang ingin beralih dari kebiasaan merokok.
Hal itu karena sampai saat ini masih terdapat penyalahgunaan di mana anak-anak di bawah usia 18 tahun mengakses dan menggunakan produk ini.
“Saya berharap kita dapat memperkuat kerja sama dan sinergi antarnegara di Asia Pasifik serta membangun komitmen bersama untuk mendorong kebijakan yang berbasis pada profil risiko produk dan ilmu pengetahuan,” ucapnya.