Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Emiten pertambangan nikel yang berbasis di Sulawesi, PT PAM Mineral Tbk (NICL) mencatat penurunan penjualan di semester I 2024 sebesar 11,95 persen menjadi Rp 419 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2023 Rp 476 miliar.
Penurunan ini disebabkan karena harga rata-rata nikel lebih rendah jika dibandingkan dengan harga rata-rata nikel pada semester I 2023.
Namun, laba bersih NICL melonjak sebesar 13,71% menjadi Rp 73,5 miliar dari sebelumnya Rp 64,7 miliar.
Direktur Utama Perseroan Ruddy Tjanaka mengatakan, walaupun dari segi omzet penjualan menurun tapi dari sisi volume penjualan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni sebesar 4,2% dari 679.066 MT menjadi 707.597 MT.
Baca juga: Akibat Kasus Korupsi, Luhut Tingkatkan Pengawasan Nikel dan Timah Oleh Simbara
"Perseroan berhasil melakukan efisiensi sekaligus mengoptimalkan sumber daya yang ada di tengah kondisi operasional yang cukup menantang yakni adanya kendala curah hujan yang cukup tinggi pada periode Januari hingga Juni 2024, Perseroan masih bisa meningkatkan volume penjualan pada semester 1 tahun ini," ujar Ruddy dalam keterangannya, Jumat (26/7/2024).
Menurutnya, tahun ini NICL menargetkan produksi nikel 2.600.000 metrik ton (MT), 41% dari realisasi produksi 2023 sebesar 1.847.000 MT.
Target produksi tersebut juga untuk bijih nikel kadar Ni 1.30%-1.50%.
Ia menyebut, peningkatan target produksi ini didasari dengan adanya permintaan market yang semakin meningkat karena semakin banyak smelter yang beroperasi.
Saat ini, Perseroan telah mendapatkan persetujuan RKAB periode 2024- 2026 dengan total volume penjualan yang telah disetujui sebesar 7.800.000 WMT.
“Perseroan optimis bahwa peningkatan produksi tersebut relevan terhadap supply and demand dengan kondisi perkembangan kebutuhan industri nikel yang semakin meningkat," paparnya.