TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto menanggapi kebijakan pemberian prioritas izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang dilakukan pemerintah.
Menurutnya, jika kebijakan itu dilanjutkan, maka akan terjadi kerumitan dalam pengelolaan tambang.
Mulyanto menilai ormas belum tentu mampu, berkompeten, berkualifikasi, dan bertanggung jawab dalam pengelolaan tambang.
Akibatnya, tata kelola pemerintahan akan mengalami kekacauan.
“Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menguap, karena kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor privat, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil," kata Mulyanto dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/8/2024).
"Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan,” imbuh dia.
Selanjutnya, Mulyanto mengingatkan ormas keagamaan bisa berpotensi kehilangan fokus dalam mengurus umat beragama.
Ia berpendapat ormas keagamaan bisa saja trelampau sibuk mengelola konsesi tambang.
Mulyanto juga khawatir fenomena ormas keagamaan yang berduyun-duyun ingin mengelola tambang bisa merusak tata kelola minerba sekaligus menjatuhkan wibawa lembaga di mata masyarakat.
Maka dari itu, Mulyanto meminta pemerintah dan pimpinan ormas mengkaji ulang kebijakan ini.
Menurut Mulyanto, dengan kebijakan memberikan prioritas khusus izin tambang kepada Ormas keagamaan maka sebenarnya pemerintah sudah melanggar Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam beleid itu, kata Mulyanto, mengamanatkan pemerintah memberikan prioritas izin pertambangan hanya kepada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD).
Baca juga: Fraksi PAN Menilai Agak Aneh Jika Ada Orang Meragukan Kemampuan Muhammadiyah Kelola Tambang
Diketahui sebelumnya, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah resmi memutuskan menerima izin usaha pertambangan atau izin tambang yang ditawarkan pemerintah.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Yogyakarta, Minggu (28/7/2024).
"Memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan peraturan pemerintah sesuai nomor 25 tahun 2024 dengan pertimbangan dan persyaratan," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi pers dan disiarkan akun YouTube Muhammadiyah Channel.
Sebelum memutuskan menerima izin pengelolaan tambang, PP Muhammadiyah menganalisis masukan, melakukan pengkajian, mencermati kritik pengelolaan tambang dan pandangan dari para akademisi dan pengelola tambang, dan ahli lingkungan hidup.
Selain itu, PP Muhammadiyah juga menerima masukan dari perguruan tinggi, majelis dan lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah serta pandangan anggota PP Muhammadiyah.
Dengan begitu, Muhammadiyah menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan kedua yang menerima izin tambang, setelah sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerimanya.
(mg/Putri Amalia Dwi Pitasari)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS).