Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyoroti aturan terkait power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang saat ini memasuki proses perumusan dan sinkronisasi.
Menurutnya, aturan soal power wheeling ini bukan sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN oleh pihak swasta.
Namun implikasi yang krusial adalah dimungkinkannya pihak pembangkit listrik swasta untuk menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik dengan mengambil peran PLN.
Diketahui, power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara atau PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi atau distribusi PLN.
PLN disebut tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tetapi ada banyak pihak swasta yang membeli dan menjual listrik dan membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS).
Dengan kata lain pengusahaan listrik tidak lagi hanya dimonopoli oleh PLN tetapi diliberalisasi kepada pihak swasta dengan mengikuti mekanisme pasar.
"Poin pentingnya adalah pembangkit listrik swasta bisa langsung menjual listrik kepada pelanggan. Sekarang ini Undang-undang PLN itu adalah single buyer, single seller," papar Mulyanto dalam sebuah acara diskusi, Kamis (1/8/2024).
"PLN membeli dari pembangkit-pembangkit ya kan, setelah itu dikelola PLN, PLN kemudian menjual kepada pelanggannya. PLN monopoli, single buyer, single seller," sambungnya.
Baca juga: SP PLN Sambangi Kementerian Keuangan Terkait Power Wheeling
Mulyanto meminta Pemerintah tidak memaksakan untuk memasukkan skema power wheeling tersebut.
Beberapa waktu lalu Kementerian ESDM menjelaskan skema power wheeling dapat dijalankan selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem yang sudah ada.
Skema power wheeling mungkin dapat memberi manfaat bagi kelistrikan Indonesia, terutama guna memenuhi demand listrik yang tinggi di satu sisi dan kebutuhan investasi di sisi lain.
Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Curigai Pasal Titipan Soal Power Wheeling di RUU EBET
Namun, salah satu prinsip yang jadi sorotan adalah diabaikannya hak prinsip natural monopoly BUMN/PLN yang diamanatkan dan dijamin Undang-Undang.
Di mana, sektor strategis dan menyangkut hidup orang banyak, dikuasai negara/BUMN untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Kenapa saya sebut liberal? Karena PLN tidak lagi bisa memonopoli. Kenapa liberal? Karena pembangkit listrik bisa menjual langsung kepada pelanggannya. Kenapa liberal? Tarif kita tergantung mereka," papar Mulyanto.