News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Industri Tekstil RI Keok di Triwulan II 2024, Alami Kontraksi 2,63 Persen

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), ada enam perusahaan tekstil yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk pakaian jadi mengalami kontraksi pada triwulan II 2024.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan, industri TPT dan pakaian jadi pada triwulan II tahun 2024 terkontraksi minus 0,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

"Jadi terkontraksi, tetapi kalau dilihat dari besarannya cukup kecil ya 0,03 persen," kata Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/8/2024).

Baca juga: Menteri Bahlil Klaim Umur Mesin dan Biaya Tinggi Jadi Pemicu Gelombang PHK di Pabrik Tekstil

Ia mengatakan, bila melihat secara quarter-to-quarter (qtq), pertumbuhan industri TPT dan pakaian jadi itu juga terkontraksi sebesar minus 2,63 persen.

"Jadi, untuk quarter dua tahun 2024, pertumbuhan industri tekstil pakaian jadi terkontraksi, baik secara year on year maupun secara qtq," ujar Edy.

Industri tekstil saat ini memang tengah menjadi sorotan karena serangkaian badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan sejumlah perusahaan.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, PHK yang terjadi di industri tekstil masih terjadi dalam jumlah yang besar

"Industri tekstil melakukan PHK besar-besaran karena muncul Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 terkait impor itu. Itu pemicunya," katanya ketika dihubungi Tribunnews, Selasa (30/7/2024).

Ekonom pun memprediksi tren PHK di industri tekstil masih akan terus berlanjut hingga 2026.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai daya saing di industri tekstil memang terus menurun, terlihat dari banyaknya relokasi pabrik merek pakaian jadi global.

"Mereka ke Vietnam, Bangladesh, bahkan ke Ethiopia," ujar Bhima saat dihubungi, Jumat (21/6/2024).

Menurut Bhima, mereka memilih pindah dari Indonesia karena ongkosnya relatif tinggi, termasuk dari sisi biaya logistik.

Faktor selanjutnya, yakni keberpihakan pemerintah terhadap industri tersebut masih diragukan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini