TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Forum Lintas Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (FLAIPHI) meminta diksi proteksi kepada industri hulu dievaluasi kembali dan diubah menjadi pemberian insentif berupa insentif pajak maupun insentif yang lain.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara FLAIPHI, Henry Chevalier menyikapi maraknya impor produk jadi plastik di dalam negeri.
“Proteksi yang saat ini masih ada yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2009 yang mengenakan tarif Bea Masuk terhadap BBP sebesar 10-15 persen perlu segera dievaluasi dan digantikan insentif pajak atau jenis insentif lain yang memungkinkan industri hulu plastik dalam negeri bisa berkembang dan mampu memproduksi BBP yang harganya bersaing,” kata Henry dalam keterangannya, Kamis (15/8/2024).
Baca juga: Belum Ada Insentif, Wuling Tetap Ngegas Jualan Mobil Hybrid
Menurut Henry, maraknya impor produk jadi plastik masuk ke pasar dalam negeri beberapa waktu belakangan ini, perlu dikaji kembali apakah perlindungan yang diberikan kepada industri plastik hilir dalam negeri sudah memadai atau belum.
Ia menyebut, indikasi yang bisa menunjukan keefektifan dari larangan terbatas (lartas) yang lebih diberlakukan adalah apakah terjadi penurunan impor produk jadi yang berdampak pada naiknya utilisasi kapasitas dalam negeri.
“Jika terjadi hal tersebut belum terlihat secara signifikan, maka perlu dikaji ulang pemberlakukan lartas dengan syarat yang lebih ketat sehingga tujuannya bisa tercapai," katanya.
Baca juga: Mobil Hybrid Dipastikan Tidak Dapat Insentif, Ini Kata Kemenperin
"Dengan terciptanya peluang bagi industri hilir plastik dalam negeri untuk bisa meningkatkan utilisasi kapasitas produksinya, maka secara otomatis akan membutuhkan bahan-bahan plastik yang lebih banyak. Kondisi ini tentu akan berdampak positif bagi industri hulu yang memproduksi BBP untuk bisa juga meningkatkan utilisasinya,” tambahnya.