TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Guru Besar Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri mengaku heran beras yang diimpor pemerintah malah tertahan dan tidak segera dikeluarkan.
Akibatnya menimbulkan demurrage atau denda impor.
"Kalau menurut saya, ada barang (beras) yang sudah diimpor, tidak segera dikeluarkan. Aneh bin ajaib ini,” kata dia, dalam diskusi dengan tema ‘Ketahanan Pangan, Politik Pangan dan Harga Diri Bangsa’, di Jakarta, Jumat,(16/8/2024).
Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengatakan harusnya para pejabat berwenang paham mengenai manajemen logistik.
Baca juga: Pengamat: Harus Ada Titik Terang Penyebab Terjadinya Denda Impor Beras
“Harusnya minimal tahu management logistik. Kalau sudah tahu ada impor,” tegas dia.
Rokhmin mengatakan harus ada penelusuran lebih lanjut apalagi denda impor tersebut bernilai Rp294,5 miliar.
“Kalau melihat sistem ekonomi, itu kan (asuransi) uang negara juga. Seolah-olah Bulog gak rugi. Tapi asuransi yang rugi. Lalu kemana, nasabah. Pemerintah juga,” tandas dia.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari jumlah tersebut, 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Terkait hal tersebut, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mohammad Suyamto mengungkapkan, sejak akhir Mei sudah tidak ada kontainer Bulog yang tertahan di pelabuhan.
“Sejak akhir Mei sudah tidak ada kontainer Bulog yang tertahan di pelabuhan. Semua sudah ditarik masuk gudang,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/8/2024).
Sementara itu, di kasus lain, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.