Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, rencana pemerintah menerapkan skema subsidi tarif KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) ambigu.
Pengurus Harian YLKI Agus Sujatno mengatakan, kebijakan itu dinilai akan sulit diimplementasikan bahkan berpotensi memunculkan kekacauan di lapangan.
"Ini merupakan kebijakan yang ambigu, absurd bahkan nyleneh. Sebab, pemerintah tidak mau menggunakan terminologi kenaikan tarif, tapi subsidi/PSO berbasis NIK," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Jumat (30/8/2024).
"Di sisi lain wacana ini absurd, dimana dalam satu pelayanan jenis moda yang sama namun akan terjadi dual tarif berbeda, yakni tarif non PSO dan tarif PSO berbasis NIK," imbuhnya.
Menurutnya penerapan subsidi seharusnya menyasar pada masyarakat sebagai konsumen secara menyeluruh. Sebab, konsumen memiliki hak sama terhadap penggunaan transportasi umum.
Terlebih, kata Agus konsumen yang menggunakan transportasi publik telah membantu mengurangi polusi lantaran tidak memakai kendaraan pribadi.
"Mereka semua telah meninggalkan kendaraan pribadi dan rela berdesakan menggunakan public transport."
"Dengan meninggalkan kendaraan pribadi, maka konsumen KRL turut berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi udara bahkan mengurangi konsumsi BBM yang juga disubsidi. Hal ini yang harusnya di apresiasi," jelasnya.
Selama ini skema tarif KRL Jabodetabek diberlakukan subsidi dalam bentuk public service obligation (PSO). Sehingga pemberian subsidi tarifnya dilakukan secara merata kepada masyarakat.
Namun sekarang Kementerian Perhubungan tengah mewacanakan pemberian subsidi melalui skema NIK agar lebih tepat sasaran.
Baca juga: Tarif Tiket KRL Berdasarkan NIK Sulit Diterapkan, KAI Harus Belajar dari Kasus BBM Subsidi
"Rencana ini merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran," kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (30/8/2024).
Baca juga: Wacana Tarif Tiket KRL Berdasar NIK Dinilai Aneh, Pakar: Mobil Listrik untuk Orang Kaya Disubsidi
Meski begitu, Kemenhub masih akan mengkaji rencana ini dengan matang dan membahasnya dengan pihak terkait agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran.
"DJKA juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek," ucapnya.