Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUMNEWS.COM, JAKARTA - PT Timah Tbk malah merugi hingga ratusan miliar rupiah sejak BUMN ini menjalin kerja sama pendirian pabrik pengolahan timah (smelter) dengan pihak swasta. Total kerugian PTTimah Tbk mencapai Rp 951 miliar.
Hal itu disampaikan Direktur Keuangan PT Timah, Vina Eliani, saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2024).
Vina hadir menjadi saksi untuk terdakwa crazy rich Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Vina menyebut PT Timah merugi Rp 611 miliar pada 2019, dan Rp 340 miliar pada 2020, dengan total Rp 951 miliar.
"Saya mulai di 2018 saja ya Pak, yang sudah ada datanya. Tahun 2018 PT Timah laba di Rp132 miliar, 2019 rugi Rp611 miliar, 2020 rugi Rp340 miliar, 2021 laba Rp1,3 triliun, 2022 di Rp1 triliun, dan 2023 mengalami kerugian Pak Rp400 miliar," ungkap Vina.
Kerugian itu, kata Vina, disebabkan penurunan nilai jual beli bijih timah.
Sementara itu, produksi dan persediaannya malah meningkat. "Harga menurun, volumen produksi meningkat dan volume persediaan juga meningkat," ujarnya. Kerugian lainnya, lanjut Vina, disebabkan PT Timah memiliki utang operasional.
"Berdasarkan data yang kami miliki memang di tahun 2019 dan 2020 harga mengalami penurunan. Di sisi lain, kita juga memiliki beban bunga yang cukup tinggi Pak, di dua tahun itu," kata Vina.
Vina menambahkan, kerja sama dengan pihak lima perusahaan smelter swasta berhenti pada Desember 2020. Setelah itu, barulah PT Timah Tbk mencatat peningkatan laba.
Baca juga: PT Timah Kerap Libatkan TNI-Polri Untuk Tindak Tambang Ilegal, Tapi Informasinya Selalu Bocor
"Di Rp1,3 triliun," kata Vina.
Adapun kelima pihak smelter itu adalah PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya.
Kemudian PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
Baca juga: Direksi Ungkap Alasan PT Timah Merugi: Sewa Smelter dengan Swasta Malah Buat Untung
Seperti diketahui dalam perkara ini Helena telah didakwa oleh Jaksa dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.