News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ada Aturan Iklan dan Kebijakan Kemasan Polos Produk Tembakau, Industri Periklanan Bakal Terpukul

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi. Reklame iklan rokok terpasang di Kawasan Tendean, Jakarta Selatan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri periklanan yang tergabung dalam Asosiasi Media Luar Griya Indonesia (AMLI), menyoroti adanya wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

Adapun, aturan tersebut terdapat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Ketua Umum AMLI, Fabianus Bernadi mengungkapkan, pihaknya secara tegas menolak terkait adanya beleid yang dimaksud.

Baca juga: Pengusaha Sebut PP 28/2024 Berpotensi Gerus Kinerja Industri dan Ekonomi RI, Ini Penjelasannya

Sikap ini diambil sebagai bentuk tuntutan kepada pemerintah untuk mengakomodir kepentingan industri serta tenaga kerja yang terdampak negatif oleh regulasi baru tersebut.

Padahal, lanjut Fabianus, tidak ada mandat untuk ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek pada PP 28/2024.

Menurutnya, kemasan rokok tanpa identitas tersebut akan mempermudah masuknya rokok ilegal ke pasar.

“Produsen rokok tidak mungkin akan memasang reklame di media luar griya tanpa mencantumkan identitas perusahaan atau merek, yang berdampak negatif pada efektivitas promosi mereka,” ucap Fabianus dalam pernyataannya, Jumat (13/9/2024).

Baca juga: Kritisi PP 28/2024, Pengusaha: Bikin Lumpuh Industri Hasil Tembakau dan Sektor Terkait

Di samping itu, Fabianus menyatakan PP 28/2024 maupun RPMK memiliki potensi besar untuk mempengaruhi keberlangsungan industri media luar griya dan industri kreatif secara umum.

Terkhusus, pelarangan zonasi iklan dalam PP 28/2024 yang telah menyebabkan penurunan pemasangan reklame hingga 5 hingga 10 persen

“Aturan ini tidak hanya merugikan industri media luar griya tetapi juga berpotensi menurunkan pendapatan pajak reklame di daerah,” kata Fabianus

Salah satu kritik utama AMLI terhadap PP 28/2024 adalah pembatasan tayangan iklan produk tembakau melalui videotron.

Fabianus menilai bahwa peraturan ini tidak aplikatif, karena iklan di videotron pada jam-jam tertentu di luar kota sudah dimatikan, sehingga aturan ini dianggap tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Baca juga: Babak Belur Industri Tembakau: Dihantam Lonjakan Tarif Cukai, Kini Oleh PP 28/2024

Pembatasan lain yang dinilai bias adalah larangan iklan dalam radius 500 meter di sekitar pusat pendidikan dan tempat bermain anak.

Bagi pelaku usaha baliho hingga videotron, kebijakan tersebut terlalu kaku dan sulit diterapkan secara praktis.

Dalam survei yang dilakukan AMLI pada Desember 2023 dengan melibatkan 57 perusahaan di 37 kota, ditemukan bahwa 79 persen perusahaan merasakan dampak negatif dari peraturan ini.

Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun, dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai 59 persen.

“Kami menekankan perlunya dialog lebih lanjut untuk menemukan solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini