News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pedagang Kelontong dan Warung Kecil Keluhkan Larangan Jual Produk Tembakau Dekat Sekolah

Penulis: Erik S
Editor: willy Widianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi toko kelontong

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah telah mengesahkan PP Nomor 28 Tahun 2024 sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Pasal yang menjadi perbincangan adalah mengenai pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak. Usulan pasal ini mendapat penolakan dari berbagai kelompok masyarakat, terutama pemilik toko kelontong dan pedagang warung kecil.

Baca juga: Meski Banyak Orang Pengin Kerja Kantoran, Bisnis Warung Sembako Tetap Menjanjikan, Ini Alasannya

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro penentuan jarak dan radius yang disertakan tidak memiliki alasan yang jelas. Ia juga mempertanyakan bagaimana pengawasan dari pelaksanaan aturan tersebut.

“Kita tegas menolak. Karena itu pasti membuat pendapatan pedagang kita menurun. Dengan kondisi ekonomi menurun saat ini, maka peraturan itu harus di review ulang oleh pemerintah baru. Prabowo (presiden terpilih Prabowo Subianto) dulu pernah menjadi ketua asosiasi pedagang pasar ya. Jarak 200 meter itu harus dihapus. Aturan kok memberatkan.” kata Suhendro, dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).

Seperti diketahui, proses penyusunan aturan UU Kesehatan dan PP Kesehatan menimbulkan pro dan kontra. Meski sejak awal mendapat banyak protes karena prosesnya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, pengesahan kedua aturan tersebut tetap dilakukan pemerintah.

Baca juga: Ada Aturan Iklan dan Kebijakan Kemasan Polos Produk Tembakau, Industri Periklanan Bakal Terpukul

“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban masa depan bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden dan wakil presiden terpilih,” tambah Suhendro.

Senada dengan Suhendro, pemilik toko kelontong di Cianjur, Jawa Barat, Enjang, mengatakan aturan tersebut bisa membuat ekonominya makin susah. Dia mengaku selama berjualan tidak pernah menjual barang yang tidak layak dikonsumsi anak-anak.

Baca juga: Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan, Dokter Tetap Bisa Praktik di Tiga Tempat

Ia menegaskan, keberadaan tokonya bukan baru satu atau dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun. Usaha yang dibangunnya selama ini menjadi sumber penghasilan utamanya, sehingga aturan-aturan yang menekan seperti yang tertuang tersebut justru akan berpotensi menurunkan pendapatannya.

Pakar hukum Universitas Trisakti Ali Ridho mengatakan, pemerintahan Prabowo-Gibran bisa merevisi PP Kesehatan ini sepanjang dorongannya kuat.

"Sepanjang memang dorongan untuk melakukan revisi terhadap PP ini kuat, maka itu bisa dilakukan," kata Ridho dalam acara diskusi di Jakarta, dikutip Selasa (10/9/2024).

Ia mengatakan, bila mengacu pada pernyataan Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan yang menyebut pihaknya tidak dilibatkan secara dalam di pembahasan PP 28/2024, berarti peraturannya tidak memenuhi meaningful participation.

Baca juga: DPR Dorong Kajian Mendalam untuk Perumusan Regulasi Industri Hasil Tembakau

Sebelumnya, Henry bilang pihaknya tidak dilibatkan dalam public hearing terkait dengan PP 28/2024 yang digelar Kementerian Kesehatan.

Ia mengatakan, dari sisi asosiasi industri yang hadir hanya dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo).

Asosiasi lain seperti dari perwakilan petani cengkeh, petani tembakau, dan serikat pekerja tidak mendapat informasi akan public hearing ini.

Henry yang tetap datang ke public hearing itu pun menyebut situasi public hearing tidak kondusif.

"Situasi yang dibentuk Kementerian Kesehatan adalah situasi yang tidak kondusif. Kenapa? Secara resmi asosiasi yang diundang Apindo dan Gaprindo dan yang diundang hadir 53 LSM yang notabene anti tembakau. Jadi industri yang sah legal ini disuruh adu jangkrik sama NGO," ujar Henry.

Atas dasar itu, RIdho menyebut PP 28/2024 tidak memenuhi meaningful participation sebagaimana yang diadopsi dari Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.

Meaningful participation disebut harus melibatkan publik. Ridho memandang, dalam hal PP 28/2024, publik yang dimaksud adalah publik yang terdampak dari peraturan ini.

Baca juga: Menkes Sebut UU Kesehatan Permudah Transplantasi Organ di Indonesia

"Bagi saya publik yang akan terdampak terhadap peraturan ini, bukan publik yang asal oke, setelah disahkan dia tidak terdampak. Publik ini adalah yang akan terdampak dari peraturan ini manakala disahkan. Dalam konteks penjelasan dari Pak Henry, (publik) tidak dilibatkan dalam ini," ucap Ridho.

Berikutnya, ia mengatakan, PP 28/2024 tidak lahir untuk jangka pendek. Dalam jangka panjang, aspek ekonominya pun harus dipertimbangkan.

Ia melihat Pemerintahan Prabowo-Gibran sangat menaruh perhatian terhadap perekonomian.

Menurut dia, PP 28/2024 yang dianggap beberapa pihak dapat mengancam perekonomian, Prabowo-Gibran bisa saja merevisinya.

"Melihat produk yang seperti ini yang apabila betul ini mengancam ekonomi, (Pemerintahan Prabowo-Gibran) pasti akan lebih memilih melakukan revisi dalam konteks ini kecuali memang APBN kita sekarang surplus. Yang saya tahu sekarang defisit," tutur Ridho.

Baca juga: Ada Wacana Kemasan Rokok Dibuat Polos, Pengusaha Sebut Bakal Matikan Industri Hasil Tembakau

"Silakan saja didorong untuk melakukan revisi. Itu sah-sah saja. Jangankan rezim yang baru lengser 20 Oktober nanti, peraturan yang dibentuk rezim Soekarno pun bisa direvisi dalam rezimnya Prabowo nanti. Jadi tidak ada batasan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini