Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy mengatakan penanganan food loss and waste atau sisa dan susut pangan (SSP) bisa mengurangi jumlah impor pangan Indonesia.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Peluncuran Metode Baku Perhitungan Susut Pangan dan Sisa Pangan yang berlangsung di Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024).
Sarwo mencontohkan beras, bahan pangan yang saat ini masih diimpor Indonesia, bisa berkurang jumlahnya jika SSP tertangani.
Baca juga: Impor Pangan RI Bakal Melonjak Gegara Makan Bergizi Gratis, Ini Kata Kepala Bappenas
"Kita harus yakin bahwa ini masalah urgent yang harus kita tangani. Kalau kita bisa tangani, sudah pasti, bisa jadi impor itu sudah tidak kita lakukan lagi," kata Sarwo.
"Sekarang memang impor beras ini masih kita lakukan karena memang produksi kita menurun," lanjutnya.
Jika angka impor bisa dikurangi, di mana kebutuhan pangan bisa dipasok dari dalam negeri, Indonesia bisa mencapai ketahanan pangan melalui kemandirian dan kedaulatan pangan.
Adapun Sarwo menyebut selama ini jumlah sisa makanan yang terbuang itu besar sekali bisa mencapai 30 persen.
Ia kembali mencontohkan beras. Jika produksi beras dalam setahun sebanyak 31 juta ton, lalu kehilangan 30 persen, berarti sudah hilang 10 juta ton.
"Sisa makanan yang terbuang itu sangat banyak sekali. Lebih kurang loss and waste-nya itu di sekitar 30 persen. Kita bayangkan kalau produksi beras 31 juta ton, kehilangan sekitar 30 persennya saja berarti 10 juta ton. Artinya ini yang memang harus kita atasi bersama," ujar Sarwo.
Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam peta jalan tersebut ditargetkan pengurangan SSP sebesar 50 persen pada 2030 dan 75 persen pada 2045.