Ia menyampaikan, penolakan terhadap pemindahan IKN tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari kalangan akademisi dan cendekiawan.
Salah satu momen penting dalam perlawanan terhadap kebijakan ini adalah ketika almarhum Prof. Azyumardi Azra, bersama segenap akademisi dan tokoh cendekia lainnya, mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Judicial Review ini bertujuan untuk membatalkan Undang-Undang IKN yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan tidak mewakili aspirasi rakyat," tuturnya.
Prof. Azyumardi dan para akademisi berpendapat bahwa kebijakan pemindahan ibu kota tidak didasarkan pada kajian yang komprehensif, baik dari segi lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
"Mereka juga menekankan bahwa keputusan ini melanggar prinsip partisipasi publik yang seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan besar. Namun, Judicial Review tersebut akhirnya ditolak oleh MK," katanya.
"Penolakan ini menimbulkan kecurigaan tentang independensi Mahkamah Konstitusi, mengingat saat itu MK dipimpin oleh kakak ipar Presiden Jokowi," sambung Achmad.
Lebih lanjut Ia menuturkan, keputusan MK untuk menolak Judicial Review ini semakin memperkuat anggapan bahwa pemindahan IKN bukanlah kehendak rakyat ataupun akademisi.
Selain itu, Aliansi Masyarakat Menolak IKN, yang terdiri dari berbagai kalangan aktivis dan akademisi, juga secara tegas menolak ide pemindahan ibu kota tersebut.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan menimbulkan dampak negatif yang besar, baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun ekonomi, dan tidak memberikan manfaat jangka panjang yang jelas bagi rakyat.
Kemudian bukti ketiga, DPR sebagai representasi yang lemah
Jokowi berulang kali menyatakan bahwa keputusan pemindahan IKN disetujui oleh DPR, yang dianggap mewakili kehendak rakyat.
Namun, Achmad mengatakan, penting untuk diingat bahwa sistem representasi di Indonesia tidak selalu mencerminkan kehendak rakyat secara langsung.
"Banyak kebijakan yang disetujui oleh DPR lebih mencerminkan kepentingan partai politik atau elite tertentu daripada kepentingan masyarakat secara luas. Pemindahan IKN adalah salah satu contohnya," ucapnya.
Meskipun mayoritas fraksi di DPR menyetujui pemindahan IKN, minimnya perdebatan publik dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan menunjukkan bahwa DPR gagal menjalankan fungsinya sebagai representasi rakyat yang sejati.