Draft kebijakan tersebut dinilai paling berpotensi mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau.
Kekhawatiran utamanya adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal.
Kemasan yang seragam berpotensi menyulitkan konsumen untuk membedakan produk legal dan ilegal.
Bahkan penerapan kemasan rokok polos tanpa merek juga bertentangan dengan regulasi seperti UU tentang Hak Cipta, Merek, maupun Perlindungan Konsumen.
Praktisi Kesehatan Publik sekaligus Pakar K3, dr Felosofa Fitriya menyoroti peran penting edukasi dan sosialisasi dalam menekan prevalensi konsumsi rokok masyarakat.
"Tidak seharusnya produk tembakau dan rokok elektronik dipasarkan dalam kemasan polos tanpa merek. Hal ini akan menimbulkan kebingungan pada konsumen untuk membedakan produk," kata Felosofa.
dr. Felosofa yang juga pakar K3 mengatakan, gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kedua jenis produk ini perlu dibedakan.
Namun, kemasan polos tanpa merek seharusnya tidak diberlakukan pada produk tembakau maupun rokok elektronik, untuk tetap melindungi konsumen dan memastikan mereka dapat memilih sesuai profil risikonya
“Sebaiknya kemasan ini dibedakan sesuai profil risikonya yang diharapkan perilaku perokok berubah ke yang rendah risiko. Kalau semua produk tembakau dan rokok elektronik kemasannya disamakan, bagaimana cara membedakannya? Karena jika dibedakan, ini akan meningkatkan kesadaran perokok untuk memilih produk,” beber dia.
Alasan Rokok Ilegal Bisa Lebih Marak Jika Aturan Kemasan Polos Tanpa Merek Dijalankan
Peredaran rokok ilegal diprediksi akan lebih marak jika peraturan kemasan polos tanpa merek diterapkan.
Menurut Khoirul Atfifudin, langkah ini justru akan mempermudah peredaran rokok ilegal.
Ia menjelaskan bahwa bungkus rokok ilegal saat ini sering meniru desain rokok legal yang terkenal.
"Kalau belakangan kan produk-produk illegal kan sering meniru rokok-rokok yang terkenal gitu. Kayak kemarin saya pernah lihat ada pelesetan Dunhill jadi Dalil gitu. Harganya sangat-sangat murah," kata Atfifudin.