News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia Terus Deflasi, Maknanya Daya Beli Masyarakat Merosot, Paylater Melonjak

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah penjaga toko menunggu pembeli di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (29/9/2023). Pasar Tanah Abang terlihat sepi pengunjung. Tribunnews/Jeprima

Selain itu, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04 persen dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bensin.

"Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras dan tomat," tuturnya.

Utang Paylayer Melonjak

Di tengah lesunya perekonomian, masyarakat cenderung menggunakan cara instan untuk memenuhi kebutuhan mendesak hingga yang tersier. Paylater menjadi pilihan yang banyak diambil masyarakat dalam berbelanja.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan tajam penggunaan paylater sebesar 89,20 persen secara tahunan (year on year) terkait utang masyarakat Indonesia lewat skema layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL).

Jika ditotal angkanya mencapai Rp 7,99 triliun per Agustus 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK,

Agusman berujar, meski pembiayaan Paylater naik, rasiopembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross terjaga di posisi 2,52 persen.

"Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun," ujar Agusman di Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Saat ini, OJK masih mengkaji aturan terkait BNPL. Misalnya, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, perlindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.

"Perkembangan industri fintech juga diiringi dengan banyak tantangan. Sampai saat ini masih terdapat sejumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum," tambah Agusman.

OJK mencatat per Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.

Kemudian, per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar.

"Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor," imbuh Agusman.

Kenaikan penggunaan paylater ini terjadi di tengah deflasi empat bulan beruntun yang terjadi sejak Mei-Agustus 2024.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 pada September 2024.(Tribun Network/bel/sen/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini