TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara terkait deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut turut. Menurut Sri Mulyani, deflasi lima bulan justru menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia.
Kata Menkeu, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan.
Sri Mulyani menekankan, penurunan harga pangan adalah yang diharapkan pemerintah. Ia berharap harga pangan dapat stabil di tingkat yang rendah.
Baca juga: Perdana Sampaikan APBN, Wamenkeu Tommy Beberkan Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.196,54 Triliun
"Jadi kalau saya lihat dari sisi perkembangan inflasi atau tadi disebutkan deflasi 5 bulan berturut-turut, di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food, itu adalah memang hal yang kita harapkan bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah," ujar Sri Mulyani.
"Itu baik untuk konsumen di Indonesia yang terutama menengah bahwa (karena) mayoritas belanjanya adalah untuk makanan," sambungnya.
Ia bilang, bila melihat pada inflasi inti sepanjang September 2024 memang masih tercatat cukup tinggi yakni sebesar 0,09 persen secara tahunan dan 0,16 persen bila dihitung secara bulanan.
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sementara inflasi inti adalah inflasi yang komponen di dalamnya cenderung tetap dan dipengaruhi faktor fundamental.
Inflasi inti berpengaruh terhadap semua kenaikan harga barang dan jasa kecuali dalam sektor makanan dan energi. Jadi, sektor makanan dan energi tidak masuk hitungan dalam inflasi inti.
Inflasi inti memiliki peranan penting karena merefleksikan hubungan antara harga barang dan jasa dengan pendapatan konsumen. Sebaliknya, deflasi adalah kecenderungan harga-harga barang dan jasa mengalami penurunan.
Bila dilihat, inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) mengalami deflasi 1,34 persen secara bulanan pada September 2024. Sedangkan secara tahunan, inflasi volatile food turun cukup dalam dari 3,04 persen pada Agustus menjadi 1,43 persen.
"Ini artinya demand masih tinggi meskipun disampaikan di situ juga ada harga emas, di mana kenaikan harga emas di dalam core inflation pasti mempengaruhi," ungkap Sri Mulyani.
Baca juga: Bantah Daya Beli Masyarakat Turun, Menkeu Sri Mulyani: Masih Tinggi, Tidak Ada Penurunan Tajam
Daya Beli
Sementara itu mengenai daya beli masyarakat yang menurun dan mempengaruhi ekonomi dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani membantahnya. Ia menjelaskan bahwa untuk menilai daya beli, perlu dilihat dari berbagai indikator.
"Indikator yang paling frequent yang kita lihat kan seperti consumer confidence, tapi itu mungkin basisnya di perkotaan," kata Sri Mulyani.
Menurut dia, jika dilihat dari berbagai indeks, daya beli masyarakat masih tergolong tinggi dan aktivitas masyarakat tetap stabil. "Apakah indeks kepercayaan konsumen atau indeks retail atau indeks purchasing, kita melihat masih pada level yang stabil dan tinggi. Artinya tidak ada koreksi yang tajam tiba-tiba menurun tajam," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa persepsi tentang daya beli masyarakat seringkali dipengaruhi oleh studi soal kondisi kelas menengah. Ia mengakui bahwa sebagian dari kelas menengah turun ke kelompok rentan. Namun, di saat yang sama, ada juga masyarakat miskin yang berhasil naik menjadi aspiring middle class.
"Dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator. Yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun," ucap Sri Mulyani.
Ia menekankan bahwa penurunan kelas menengah biasanya dipicu oleh inflasi. Dengan inflasi yang tinggi, garis kemiskinan juga naik, sehingga beberapa dari mereka terpaksa jatuh ke bawah.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa secara keseluruhan, situasi masih konsisten, mengingat Indonesia tidak sedang berada pada kondisi inflasi yang tinggi, tetapi deflasi.
"Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah. Jadi kita melihat sekali lagi konsisten," ujarnya.
Kaji Lebih Lanjut
Terpisah, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menilai deflasi selama 5 bulan terakhir belum bisa dipastikan karena daya beli masyarakat yang menurun. Menurutnya, deflasi terjadi memang karena pasokan di pasar yang meningkat, melebihi jumlah permintaan yang ada secara normal.
"Apakah ini terkait daya beli? Saya kira kalau saya keliling ke pasar-pasar memang yang nampak itu karena peralihan musim, dulu kan hujan ya habis itu nggak gitu, sehingga panennya sempurna. Bawang, cabai kalau hujan terlalu banyak dia busuk, sehingga suplainya banyak," kata Zulhas.
Zulhas juga menegaskan bahwa memang jika daya beli masyarakat menurun, hal itu perlu kajian lebih lanjut."Apa karena suplainya banyak sekali sehingga harganya terlalu murah, atau daya beli yang turun nanti kita lihat, kita kaji lebih lanjut," ujar Zulhas.
Data BPS
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 pada September 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, deflasi bulan ini lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yakni 0,03 persen. "Deflasi pada bulan September 2024 ini terlihat lebih dalam dibandingkan bulan Agustus 2024 dan ini merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan," kata Amalia.
Amalia menyatakan, kelompok penyumbang deflasi bulanan ini terbesar dari makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,59 persen dengan andil 0,17 persen. Selain itu, komoditas yang memberikan andil inflasi yakni ikan segar 0,02 persen, kopi bubuk sebesar 0,02 persen.
Kemudian, biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi, tarif angkutan udara dan sigaret kretek mesin (SKM) yang memberikan andil masing-masing sebesar 0,01 persen. Amalia bilang, deflasi sebesar 0,12 persen ini didorong oleh komponen harga bergejolak yang mengalami deflasi sebesar 1,34 persen. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 0,21 persen.
Selain itu, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04 persen dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bensin.v"Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras dan tomat," tuturnya.