TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyaksikan penandatanganan interim agreement dan akta pendirian perusahaan patungan (joint venture/JV) manufaktur sel baterai kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia.
Penandatanganan perjanjian itu dilakukan di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia, pada Rabu (16/10/2024).
Kerja sama ini merupakan upaya strategis PT Industri Baterai Indonesia atau Industry Battery Corporation (IBC) dalam mendorong program hilirisasi nikel dan pengembangan industri baterai terintegrasi serta dalam rangka mengembangkan rantai pasok baterai kendaraan listrik mulai dari hulu hingga ke hilir.
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci baterai di pasar global.
Baca juga: Sejumlah Penyebab di Balik Rendahnya Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia
Dalam kerja sama ini, IBC yang merupakan perusahaan patungan dari PT ANTAM Tbk, PT Indonesia Asahan Aluminium, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero), terlibat dalam rantai nilai di segmen hilir antara lain manufaktur material baterai, manufaktur sel baterai, dan daur ulang baterai.
“Hari ini kami melaporkan bahwa JV 5 kami, proyek manufaktur battery cell, saat ini telah memasuki tahap awal dan berlokasi di Karawang, Jawa Barat," ujar Direktur Utama IBC Toto Nugroho.
Dirinya menjelaskam, melalui upaya bersama, IBC dan CBL ingin mengembangkan proyek ini secara bertahap dengan total investasi US$ 1,18 miliar dan mencapai total kapasitas produksi 15 GWh per tahun.
Kapasitas ini cukup untuk memenuhi permintaan domestik dan global.
Sementara itu, General Manager of International Business Manufacturing Operations of CATL Gordon An menyebutkan proyek pabrik baterai merupakan komponen kunci dalam membangun rantai dan ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai listrik di Indonesia.
“CATL bersedia untuk secara aktif memanfaatkan kelebihan dalam inovasi teknologi dan manufaktur dan berharap dapat bekerja sama dengan mitra kami di Indonesia untuk mendukung pengembangan upaya elektrifikasi di Indonesia,” ujar Gordon.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut IBC dapat menjadi pemain utama yang mampu mengundang investor dan mitra untuk masuk pada market atau industri baterai, yang lebih terdepan daripada global player lain pada industri baterai.
“Kita juga harus cepat, agile dan adaptif dalam mengeksekusi proyek ini. Kita harus mengamati perubahan teknologi yang muncul di bidang kendaraan listrik, sehingga kita dapat menjadi lebih kompetitif. Harapannya, pada tahun 2027 kita sudah bisa melihat hasil JV yang pada hari ini ditandatangani yaitu battery cell,” kata Kartika.
Dengan mempertimbangkan potensi cadangan nikel Indonesia, Project Dragon diharapkan mampu memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasokan global baterai kendaraan listrik.
Selain itu, proyek ini diharapkan pula mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia seperti menciptakan lapangan kerja, menarik investasi asing dan meningkatkan kapasitas industri energi terbarukan di Indonesia.
Proyek ini juga tidak diragukan lagi akan mendukung komitmen Indonesia untuk mencapai target net zero emissions pada tahun 2060.
Melalui kolaborasi multipihak, termasuk pemerintah, BUMN, dan mitra internasional, Indonesia bergerak menuju masa depan yang mandiri dalam energi yang berkelanjutan.