TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) membeberkan hasil Survei Keragaan Produksi dan Harga Beras Nasional Oktober 2024.
Pertumbuhan produktivitas padi pada Mei-Oktober 2024 rata-rata naik 0,95 persen per bulan, pertumbuhan produktivitas padi pada Agustus-September 2024 rata-rata naik sebesar 2,27 persen per bulan dan pertumbuhan produktivitas padi pada September-Oktober 2024 rata-rata naik sebesar 0,87 persen per bulan.
Pertumbuhan produktivitas pada September-Oktober 2024 berada dibawah nilai rata-rata produktivitas padi periode sebelumnya yakni Mei-September 2024, serta lebih rendah dibandingkan Agustus-September.
"Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan produktivitas padi, yang disebabkan oleh jumlah petani yang panen semakin berkurang, serta kenaikan serangan OPT dan kekeringan," ujar Ketua Pataka Ferry Sitompul dalam paparan di Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Terkait indikator Luas Area Sawah yang Tidak Terairi, survei Pataka mendapati temuan pertumbuhan luas area sawah yang tak terairi pada Mei-Oktober 2024 rata-rata naik sebesar 28,06 persen per bulan.
Terkait indikator Kinerja Harga Jual Gabah di Tingkat Petani diketahui, pertumbuhan harga jual gabah pada Mei-Oktober 2024 rata-rata naik 2,07 persen per bulan dan pertumbuhan harga jual gabah pada Agustus-September 2024 rata-rata naik 2,38 persen per bulan.
Di sisi lain, pertumbuhan harga jual gabah pada September-Oktober 2024 rata-rata turun 2,61 persen per bulan.
Dengan demikian, harga jual gabah di bulan September-Oktober turun dibandingkan periode Agustus-September. "Hal ini karena suplai gabah di bulan September tercukupi karena banyak petani yang panen di bulan September," ujar Ferry Sitompul.
Survei Pataka juga menyasar indikator Kinerja Harga Beli Gabah di tingkat pengepul.
Diketahui, pertumbuhan harga beli gabah pada Mei-Oktober 2024 rata-rata naik 2,34% per bulan dan pertumbuhan harga beli gabah pada Agustus-September 2024 rata-rata naik 2,82% per bulan.
Sementara itu, pertumbuhan harga beli gabah pada September-Oktober 2024 rata-rata turun sebesar 1,17% per bulan.
Baca juga: Bos Bapanas Janji Hentikan Impor Beras Saat Masuki Masa Panen Padi
Dengan demikian, bisa disimpulkan harga beli gabah di tingkat pengepul mengalami penurunan karena mengikuti tren dari harga jual gabah di tingkat petani.
Ada dua hasil temuan utama survei bulan November 2024 ini:
Pertama, pada bulan Oktober 2024, yang seharusnya musim penghujan, namun ternyata di beberapa wilayah masih mengalami kekeringan akibat fenomena kurang awan.
Kedua, petani akan cenderung menjual gabah di kisaran harga yang menurut petani menguntungkan, sehingga pemerintah perlu memperhatikan penentuan harga pembelian pemerintah (HPP).
Pataka menyampaikan beberapa rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah.
Baca juga: Harga Gabah Turun Saat Musim Kemarau, Kementan Sebut Fenomena Belum Pernah Terjadi Sejak RI Merdeka
Pertama, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memiliki suatu program yang jelas dan terukur, dalam rangka penanganan dan pengendalian hama penyakit tanaman yang komprehensif dan berkelanjutan.
Pemerintah agar melakukan penanggulangan dan pengendalian OPT Hama pada daerah-daerah yang sedang panen.
Kedua, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dengan memperhatikan Harga GKP Petani Agustus-Oktober 2024 yang selalu melebihi HPP, agar penyerapan GKP untuk dijadikan CPP dapat dilaksanakan sepanjang tahun.
Ketiga, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memiliki program atau road map yang jelas terkait penanganan dampak kekeringan, terutama penyediaan air melalui program revitalisasi saluran irigasi, dan pompanisasi serta memastikan saluran irigasi teknis berfungsi dengan baik.
Keempat, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menyusun program Penguatan dan pembinaan kelembagaan di tingkat petani (Kelompok tani dan Koperasi tani).
Hal tersebut dalam rangka memastikan kesejahteraan petani terlindungi dari pihak lain yang mengambil keuntungan dari petani secara illegal, serta dalam rangka menjamin stabilitas harga dan stok gabah di tingkat petani.
Kelima, Dalam pelaksanaan program swasembada pangan saat ini, Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi dan karakteristik masing-masing wilayah seperti kondisi lahan dan kebutuhan petani local, serta memperhatikan konversi dan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Keenam, Pemerintah perlu mempertimbangkan perbaikan permasalahan ketahanan pangan yaitu produksi, distribusi, pasar dan tata niaga pertanian, dalam rangka mewujudkan tiga pilar ketahanan pangan.
Yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi, dan stabilitas (stability), yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat.
Laporan Noverius Laoli | Sumber: Kontan