Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan mampu menangkal sebanyak 31.275 aksi penyelundupan yang terjadi sepanjang Januari hingga November 2024, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 3,9 triliun.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap, aparat penegak hukum konsisten dalam menindak penyelundupan barang impor ilegal yang dapat menyebabkan industri dalam negeri terpukul.
"Ada dua penyebab industri terpukul, yaitu barang masuk secara ilegal dan barang murah masuk secara legal. Kami berharap penindakan atas penyelundupan dan impor ilegal ini bukanlah gimik dan tindakan anget-anget tai ayam. Kedepannya, Kemenkeu dalam hal ini Bea Cukai harus konsisten terus menindak barang yang masuk Indonesia," tutur Menperin dalam keterangan kepada Wartawan, Senin (18/11/2024).
Menperin juga meminta pengawasan maupun penindakan penyelundupan juga menyasar pelabuhan-pelabuhan kecil hingga jalur tikus.
Baca juga: Berakhir Desember 2024, Pemerintah Berpeluang Perpanjang Masa Kerja Satgas Impor Ilegal
"Pengawasan dan penindakan penyeludupan barang ilegal tidak hanya dilakukan pada pelabuhan masuk yang besar-besar, akan tetapi juga melalui penyelundupan jalur tikus," kata Menperin.
Menperin menegaskan, akibat dari banjirnya barang impor di pasar nasional membuat industri dalam negeri kesulitan.
"Industri menderita karena barang impor legal yang murah masuk pada pasar domestik. Beberapa regulasi memberi ruang seluas-luasnya bagi barang impor bisa masuk secara legal masuk ke Indonesia," ucap Agus.
Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut setiap bulannya ada 5.000 kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan.
"Dilakukan lebih dari 5.000 penindakan per-bulan. Total nilai barang mencapai Rp 6,1 triliun, dengan potensi kerugian negara sekitar Rp 3,9 triliun," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dari hasil penindakan sejak Januari hingga November tahun ini, sebanyak 12.495 penyelundupan terjadi pada aktivitas impor dengan nilai Rp 4,6 triliun, yang kebanyakan merupakan produk industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).