TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor energi memainkan peran strategis dalam pengurangan emisi dalam mendukung target emisi nol bersih di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Sebagian besar negara ASEAN telah memulai program ini, dengan pengembangan energi terbarukan sebagai solusi utama.
Wärtsilä Indonesia berbagi pengalaman mendalam mengenai bagaimana percepatan adopsi energi terbarukan dan solusi inovatif untuk menciptakan sistem tenaga listrik yang lebih berkelanjutan pada acara “Electricity Connect 2024” di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Baca juga: Pengamat Optimis Indonesia Mampu Kelola Gas Bumi Sebagai Energi Transisi
Direktur Bisnis Energi Australasia Wärtsilä Energy, Kari Punnonen, menyatakan banyak negara di ASEAN telah menetapkan target nol emisi bersih dan sektor energi memainkan peran penting dalam mengurangi emisi.
"Energi terbarukan telah menjadi sumber listrik termurah di sebagian besar negara di seluruh dunia dan untuk mencapai target, kita harus mempercepat penerapan energi terbarukan," ujarnya.
Menurut Badan Energi Internasional, 25 GW tenaga surya dan angin harus ditambahkan setiap tahun di negara-negara ASEAN untuk mencapai target.
Indonesia bersiap untuk mencapai emisi nol bersih dan berencana menambah 30 GW energi terbarukan pada tahun 2033 dan 58,6 GW pada tahun 2040, menurut rancangan RUPTL 2024-2033.
Kari menambahkan gas akan berperan sebagai bahan bakar transisi utama, dengan tambahan kapasitas sebesar 9 GW pada tahun 2033 dan 20 GW pada tahun 2040.
Menurut dia dari sudut pandang Wärtsilä, ada lima langkah utama yang harus diambil semua negara untuk mencapai emisi nol bersih di sektor ketenagalistrikan yakni:
Pertama, meningkatkan kapasitas energi terbarukan.
Kedua, menambah pembangkit listrik bermesin fleksibel dan penyimpanan energi untuk menyeimbangkan intermiten energi terbarukan.
Baca juga: Tiga Sektor Utama yang Harus Jadi Fokus Percepatan Transisi Energi Bersih
Ketiga, secara bertahap menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang tidak fleksibel. Keempat, mengakses bahan bakar berkelanjutan dan mengubah pembangkit listrik yang tersisa agar dapat beroperasi dengan bahan bakar tersebut.
Kelima, membangun sistem ketenagalistrikan berdasarkan 100 persen energi terbarukan, penyimpanan, dan pembangkit listrik fleksibel yang didukung oleh bahan bakar berkelanjutan.