Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Per 30 November 2024, realisasi penyaluran pupuk subsidi oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) mencapai 6,7 juta ton.
Menurut Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi, angka tersebut sudah mencerminkan penyaluran yang cukup signifikan.
Angka akan terlihat signifikan jika dilihat berdasarkan kontrak yang ada dengan pemerintah.
Rahmad menjelaskan bahwa selama ini yang tersampaikan soal realisasi penyaluran pupuk subsidi adalah yang mengikuti alokasi sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 51 Tahun 2024.
Namun, menurutnya, yang dilihat semestinya adalah realisasi dari kontrak antara PT Pupuk Indonesia dengan pemerintah, yang menjadi batasan dalam penyaluran pupuk.
"Sebenarnanya batasan dari penyaluran kami beserta distributor bukan Kepmentan, tapi kontrak dengan pemerintah," kata Rahmad saat rapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Ia mengatakan bahwa kontrak Pupuk Indonesia dengan pemerintah sebesar 7,5 juta ton. Kalau berdasarkan kontrak ini, penyaluran sudah mencapai sekitar 88,9 persen.
Pada akhir tahun, Rahmad memastikan target 7,5 juta ton akan tersalurkan 100 persen.
Di sisi lain, apabila merujuk pada angka alokasi sebesar 9,55 juta ton yang baru ditambah pada April 2024 sebagaimana tertuang dalam Kepmentan 51/2024, realisasi baru sebesar 70,2 persen.
Alokasi pupuk subsidi yang ditambah pada April 2024 menjadi 9,5 juta ton, tidak bisa langsung disalurkan mengikuti angka tersebut.
Baca juga: Beban Anggaran Pupuk Subsidi Bakal Membengkak Jika Kebijakan HGTB Tak Diperpanjang
Ia mengungkap hal itu karena distributor hanya menyalurkan sesuai kontrak yang ada. Jika menyalahi ini, mereka malah akan terkena masalah hukum.
"Ini tidak serta merta distributor kami ini mempunyai kewenangan untuk menyalurkan 9,55 juta ton karena distributor kami hanya bisa menyalurkan sesuai dengan kontraknya," ujar Rahmad.
"Kalau melebihi kontrak akan bermasalah di lapangan dengan aparat pengak hukum," lanjutnya.
Tak hanya soal distributor dan kontrak, Rahmad juga mencatat bahwa Kepmentan 51/2024 yang keluar pada April sudah melewati masa tanam pertama.
Itu dipicu oleh keterlambatan alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan yang menyebabkan Kepmentan tidak bisa segera keluar.
"Kepmentan bulan April itu sudah melewati masa tanam pertama. Padahal keputusan presiden di bulan Januari, tapi Kepmentan mundur karena waktu itu memang menunggu anggaran dari Kementerian Keuangan," ucap Rahmad.