TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan nilai jual barang tidak akan bisa dihindari saat aturan tersebut diterapkan.
Aturan mengenai kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menyikapi hal itu, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, mengatakan pemberlakukan PPN 12 persen di tahun depan dirasa kurang tepat.
Baca juga: Ada Kenaikan PPN dan Pajak Opsen, Penjualan Mobil Bisa Turun Hingga 30 Persen
"Timing-nya nggak tepat, PPN itu silakan ditingkatkan pada saat ekonomi sedang naik, tapi saat ekonomi turun justru stimulus yang harus diberikan," tutur Bob kepada Wartawan, Kamis (5/12/2024).
Bob mengatakan, meski tujuan kenaikan PPN untuk meningkatkan pendapatan pajak atau tax revenue, namun saat kondisi ekonomi melemah hal tersebut juga tidak akan mendongkrak pendapatan.
Para pengusaha disebut Bob sudah memberikan masukan kepada pemerintah soal kondisi riskan tersebut, bahwa saat kenaikan tarif pajak (tax rate) belum tentu diikuti kenaikan tax revenue.
"Kenaikan tax rate belum tentu akan diikuti dengan tax revenue. Sebaliknya, relaksasi tax (pajak,red) itu belum tentu akan diikuti dengan penurunan revenue. Misalnya mau revenue-nya naik, kenapa pemerintah nggak menempuh relaksasi ini untuk mendorong supaya pasar tumbuh, ekonomi tumbuh," jelas Bob.
Bob mengingatkan, tahun depan bukan hanya PPN yang akan dihadapi industri otomotif, kenaikan Opsen atau pungutan yang diterapkan pemerintah daerah juga akan naik.
"Bukan hanya PPN, kita juga menghadapi Opsen. Banyak daerah yang ada kemungkinan menaikkan (pungutan). Sekarang saja kita sudah drop 15 persen (penjualan mobil) dibanding tahun lalu. Tahun ini diperkirakan pencapaiannya itu akan di bawah 850.000 unit," jelas Bob Azam.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakati Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Berlaku 1 Januari 2025
Selain kenaikan PPN 12 persen, pungutan opsen pajak atau tambahan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang mulai berlaku pada 2025 dinilai akan berdampak terhadap daya beli mobil baru di Indonesia.
Melambat
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi hanya 4,95 persen (year on year/ yoy) pada kuartal III 2024. Sementara, secara kumulatif, laju ekonomi Januari-September 5,03 persen.
Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp5.638,9 triliun dan atas dasar harga konstan sebesar Rp3.279,6 triliun.
Di sisi lain, penerimaan pajak sampai Oktober 2024 masih sebesar Rp 1.517,5 triliun atau 76,3 persen dari target tahun ini Rp 1.988,9 triliun. Realisasinya pun lebih rendah 0,4 persen dari capaian per Oktober 2023 yang sebesar Rp 1.523,9 triliun.