News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RI Kalah dari Malaysia, Investor Industri Keramik Asal China Bakal Tanam Modal Jumbo di Negeri Jiran

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto dalam acara Twin Fest 2024: Ceramic Tableware & Glassware Indonesia di Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2024).

 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengungkap bahwa pengusaha di bidang keramik asal China berencana melakukan investasi besar-besaran di Malaysia.

Edy mengungkap hal tersebut usai mengikuti rapat bersama asosiasi keramik se-Asia Tenggara di Bangkok, Thailand.

"Saya melihat country report dari Malaysia bahwa di tahun depan investor China akan investasi besar-besaran di Malaysia," katanya dalam diskusi saat acara "Twin Fest 2024: Ceramic Tableware & Glassware Indonesia" di Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2024).

Baca juga: Kemenko Perekonomian Minta Pembahasan Permenkes Libatkan Petani dan Industri

Edy mulanya heran mengapa pengusaha asal China tersebut memilih Malaysia sebagai target negara investasi, padahal Indonesia merupakan sasaran utama ekspor produk keramik mereka.

Dari informasi yang ia dapat dari ketua asosiasi keramik Malaysia, tahun depan ada tambahan kapasitas pabrik seluas 40 juta meter persegi di Malaysia.

Edy pun menyimak country report dari Malaysia. Dari situ, ia menyadari apa yang akhirnya membuat China lebih tertarik berinvestasi di Negeri Jiran.

Ia mengungkapkan bahwa berbagai faktor yang membuat Malaysia menjadi pilihan lebih menarik bagi investor keramik China adalah harga gas yang lebih murah dan biaya logistik lebih rendah.

Meskipun Indonesia memiliki kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang memberikan insentif untuk beberapa industri, industri baru di Indonesia tetap harus membayar harga gas 13,8 USD per MMBTU.

Sebaliknya, Malaysia menawarkan harga gas yang lebih rendah, yaitu sebesar 10 USD per MMBTU.

"Jadi bagi mereka produsen yang akan ekspansi lebih untung, lebih murah, lebih efisien adalah di sebelah (dengan harga gas) 10 (USD per MMBTU). Kita 13,8 (USD per MMBTU) untuk sesama pemain baru," ujar Edy.

Lalu, Edy juga menyoroti perbedaan besar dalam biaya logistik antara Indonesia dan Malaysia.

Baca juga: Perkuat Industri Hilir, Emiten Orang Kaya RI Perluas Kapasitas Pabrik Bahan Baku Plastik dan Bensin

Sebagai contoh, biaya ekspor dari Tanjung Priok, Jakarta ke Port Klang, Malaysia, hanya sekitar 150 USD per kontainer dengan ukuran 20 kaki.

Angka tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan pengiriman dari Jakarta ke Medan yang bisa mencapai 700 USD per kontainer.

"Bagi produsen, bagi investor, lebih bagus dia membangun di tempat yang gasnya sudah murah. Kedua, transportation cost, logistic cost-nya juga murah," ucap Edy.

"Dia bangun di Malaysia, nanti dia kirim ke Indonesia. Paling hanya 50-100 USD (biaya logistiknya). Jauh lebih murah. Jadi ini memberikan mereka (Malaysia) keunggulan," pungkasnya.

Ia pun mencermati langkah ini. Dari sini, Edy berharap tidak ada tren perusahaan keramik ekspansi di Malaysia, hanya untuk barangnya dikirim ke Indonesia. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini