Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan meningkatkan produksi garam dalam negeri dengan mengandalkan beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kulon Progo.
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, Hendra Yusran Siry, menjelaskan bahwa produksi garam sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah berencana memaksimalkan potensi wilayah NTT, contohnya seperti Kabupaten Sabu Raijua, yang memiliki kondisi geografis dan iklim serupa dengan Darwin, Australia.
Baca juga: 2025 Indonesia Swasembada Garam Konsumsi, Garam Industri Hasil Impor Berpotensi Rembes ke Pasaran
Pemerintah menargetkan pembangunan sentra garam yang besar di NTT untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
"Nanti di daerah sekitar Sabu Raijua atau NTT yang punya kesamaan atau segaris dengan yang di Darwin itu bisa kita lakukan produksi garam yang lebih tinggi," kata Hendra dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Kemudian untuk sentra produksi di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, ia mengatakan akan diterapkan sejumlah langkah dengan memanfaatkan kemiringan yang ada di pinggir laut, panas matahari, serta rumah tunnel.
Dengan hal-hal tersebut, Hendra yakin kadar natrium klorida (NaCl) pada garam yang dihasilkan bisa mencapai standar yang dibutuhkan industri.
Hendra pun menegaskan bahwa kualitas bahan baku yang baik akan berdampak pada produk turunan atau derivatif garam yang lebih berkualitas.
Maka dari itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus pada upaya menjaga dan meningkatkan kualitas produksi garam.
"Kita harapkan janjinya waktu rakor pangan kemarin itu adalah kita harap 2027 sudah mulai menunjukkan hasil kita bisa swasembada pangan," pungkas Hendra.
Sebelumnya, Pemerintah menargetkan bisa menghentikan impor garam untuk kebutuhan industri di 2027. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, target tersebut sangat realistis.
Untuk mengejar target tersebut Pemerintah akan membangun fasilitas produksi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa titik disiapkan seperti di Pulau Sabu atau Kabupaten Malaka.
NTT dipilih karena memiliki kondisi geografis yang serupa dengan fasilitas produksi garam yang berada di dekat Kota Darwin di Australia.
Pemerintah memang ingin mencontoh apa yang dilakukan Australia dalam memproduksi garam. Sebagaimana diketahui, Negeri Kangguru merupakan pemasok utama garam RI.
Sama seperti di Australia, NTT dipilih pemerintah karena memiliki waktu panas yang lama, yaitu sekitar delapan bulan.
Pemerintah juga akan mencontoh teknologi yang sudah diterapkan Australia dalam memproduksi garam.
Dengan mencontoh teknologi yang diterapkan, pemerintah berharap Indonesia bisa memproduksi garam industri seperti Australia yang jumlahnya mencapai 10 juta ton dalam setahun.
"Kita akan bangun di wilayah NTT. Kalau di Australia itu kan produksinya 10 juta ton setahun, itu satu garis sebetulnya di NTT, Darwin cuacanya sama dengan di Indonesia," kata Trenggono ketika ditemui di sela-sela acara Indonesia Marine & Fisheries Business Forum di Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).
"Jadi, tidak ada masalah, tinggal kita adopsi teknologi saja, dari situ kita bisa lakukan produksi di situ (di NTT). Lahannya juga sangat tersedia," jelasnya.
Pemerintah saat ini sedang menyusun rencana bisnis untuk pembangunan fasilitas garam di NTT ini.
Perencanaan meliputi kebutuhan biaya dan BUMN yang akan melaksanakannya. Rencananya, PT Garam akan ditunjuk sebagai pelaksana.
"Saya sudah lapor kepada bapak presiden. Bapak presiden mengatakan untuk segera dilakukan. Jadi secara teknologi sebetulnya gampang sekali," ujar Trenggono.
Saat ini, produksi garam di dalam negeri tak bisa memasok kebutuhan industri karena belum memenuhi standar yang dibutuhkan.
Kadar natrium klorida (NaCl) dari garam yang merupakan produksi lokal masih di bawah standar industri.
Nantinya, dengan keberadaan fasilitas produksi garam di NTT dengan teknologi yang serupa di Darwin, Trenggono percaya kadar NaCl dari produksi garam lokal bisa meningkat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri.
"Industri itu minimal butuhnya 97 NaCl-nya. Kalau konsumsi di 95. Yang (garam dengan kadar NaCl) 97 insyaallah tahun depan kita mulai (produksinya)," pungkas Trenggono.