Jadi, pembentukan badan khusus sawit ini bukan sekadar untuk merespons keluhan, tetapi lebih kepada apakah badan tersebut akan mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor sawit.
“Dengan diplomatis, jawabannya adalah ya, karena jika ada badan yang lebih terorganisir, lebih rapi, dengan validasi data yang lebih baik, tentu optimalisasi sektor ini akan lebih mudah dilakukan. Dan yang paling penting adalah penerimaan negara,” lanjut Rino.
Bahkan, ada yang memperkirakan bahwa penerimaan negara dari sektor sawit bisa naik dua hingga tiga kali lipat dari yang ada sekarang. Ini menunjukkan potensi besar yang selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Sementara itu, Heru menekankan pentingnya pengelolan sawit yang sesuai dengan regulasi yang ada. Dia menekankan perlunya sosialisasi yang lebih efektif terhadap aturan dan kewajiban pelaku usaha, termasuk yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar.
“Mungkin kelemahan kita selama ini tidak mensosialisasikan itu dengan baik soal kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM). Padahal setelah kita buka kemarin itu sudah banyak itu akhirnya yang mengajukan ke kita supaya diakui Permentan 18/2021 itu,” jelas dia.
Ditjenbun, lanjut Heru, juga telah mulai mengevaluasi kepatuhan perusahaan terhadap aturan, terutama terkait kewajiban memenuhi 20 persen dari kebun sendiri untuk mendukung pengolahan.
“Itu kan sudah dibuka ya. Sangat lunak. 20 persen itu bisa berasal dari mitranya. Nah ini mungkin yang perlu kita tegakkan kembali lah. Ya, nanti kita sama-sama dorong. Teman-teman harus mengingatkan itu juga,” kata dia.
Dalam upaya mendukung keberlanjutan sektor sawit, Ditjenbun menargetkan pengembangan e-STDB (Elektronik Surat Tanda Daftar Budidaya) sebanyak 250 ribu data pada 2025. Heru menyebut program ini penting untuk memenuhi standar ekspor ke Uni Eropa .
“Dan kita karena terbatasan anggaran saya sudah ngusulin ke BPDP target kami itu e-STDB itu 250 ribu hektare tahun depan. Kita hitung kita hitung berdasarkan proporsi ekspor ke Uni Eropa,” ujar Heru.
Kemudian tahun depan, Heru juga menargetkan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 120 hektare melalui jalur dinas seluas 80.000 hektare sedangkan jalur kemitraan seluas 40.000 hektare.
“Tahun depan kita tetap usulkan, kayaknya masih tetap di kisaran 120 ribu yang dikasih uangnya sama BPDB. Nah, ini yang mau kita kejar di 2025 karena kemarin mereka sempat nahan tuh 6 bulan udah ada usulan karena menunggu 60 juta itu,” pungkas Heru.