"Itu adalah respons bahwa tubuh punya waktu seminggu atau dua minggu lagi setelah mereka terinfeksi virus," jelas Kerkhove pada konferensi pers di Jenewa, Swiss.
"Saat ini, kami tidak memiliki bukti bahwa penggunaan tes serologis dapat menunjukkan bahwa seseorang kebal atau terlindungi dari infeksi ulang."
Sementara itu, direktur program kedaruratan WHO, Mike Ryan menjelaskan kini para ilmuwan tengah menentukan berapa lama antibodi melindungi seseorang dari virus corona.
"Tidak ada yang yakin apakah seseorang dengan antibodi sepenuhnya terlindungi dari penyakit atau terkena lagi," katanya.
"Ditambah beberapa tes memiliki masalah dengan sensitivitas," tambahnya.
"Mereka mungkin memberikan hasil negatif palsu."
Awal pekan ini, para pejabat WHO mengatakan tidak semua orang yang pulih dari Covid-19 memiliki antibodi untuk melawan ancaman infeksi kedua.
Ini kemudian meningkatkan kekhawatiran bahwa tubuh pasien mungkin tidak mengembangkan kekebalan setelah terinfeksi corona.
"Sehubungan dengan pemulihan dan kemudian infeksi ulang, saya yakin kami tidak memiliki jawaban untuk itu. Itu tidak diketahui," kata Ryan pada Senin lalu.
Sebuah studi awal pada pasien di Shanghai menemukan bahwa beberapa pasien tidak memiliki respon antibodi yang terdeteksi.
Sementara itu, sebagian yang lain memiliki respon yang sangat tinggi, kata Kerkhove.
Saat ditanya terkait kemungkinan pasien yang memiliki respons antibodi yang kuat bisa kebal dari infeksi kedua, Kerkhove menjawab bahwa itu adalah pertanyaan terpisah.
Pakar Inggris Tegaskan untuk Tidak Asal Lakukan Tes Antibodi
Pakar Inggris menilai, tes antibodi untuk mengetahui status antibodi dalam tubuh yang tidak terverifikasi justru bisa menularkan virus corona.