News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Cegah Pandemi Covid-19 dan Pulihkan Perekonomian, Pemerintah Diminta Serius Jalankan Perppu 01/2020

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana deretan gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (28/1/2020). Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tembus di angka 6 persen hingga 2024 mendatang. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, pemerintah akan gencar dalam menggenjot investasi. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko widodo sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) No. 01/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

Salah satu kebijakan yang tertera dalam Perpu tersebut adanya dukungan dana insentif sebesar Rp 70,1 triliun dan relaksasi perpajakan bagi sektor dunia usaha yang terdampak Covid-19.

Selain itu adanya kebijakan penundaan pembayaran cicilan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro dan penundaan pembayaran pinjaman terutama untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan pelaku ekonomi kecil lainnya.

Pemerintah juga melakukan penurunan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 22 persen.

Pengamat ekonomi dari INDEF Ariyo DP Irhamna mengatakan sayangnya, kebijakan tersebut belum diterapkan secara sungguh sungguh oleh pelaksana kebijakan pemerintah.

Harusnya Industri yang menggerakan sektor ril dan menyerap tenaga kerja yang banyak benar benar mendapat insentif seperti penurunan pajak dan tidak ada kenaikan cukai.

Sementara pelaku usaha UKM benar benar dibebaskan dari membayar cicilan hutang selama wabah Covid 19 berlangsung.

“Ada keringanan pada nasabah yang sedang berhutang ataupun keringanan-keringanan lain dari lembaga keuangan," kata Ariyo, Selasa (28/4/2020).

Menurut dia, harusnya pihak otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawal kebijakan tersebut agar bisa benar benar diterapkan.

Sehingga para pelaku usaha yang terdampak Covid-19, benar benar mendapatkan kemudahan untuk menunda kewajiban membayar cicilannya selama beberapa bulan atau sampai wabah Covid-19 ini berlalu.

"Sayangnya, pihak OJK menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Perpu ke kemampuan masing-masing perusahaan jasa keuangan atau multi finace. Akibatnya, penerapan Perpu ini kurang efektif,” papar Ariyo.

Menurut ekonom yang menyelesaikan pendidikan masternya di University of Birmingham Inggris ini, harusnya pemerintah lebih serius menjalankan Perppu No.1/2020 dengan memberikan insentif kemudahan kepada para pelaku usaha, agar semua tagihan atau cicilan maupun kewajiban pembayarannya ditunda dahulu. Bukan dihapus, melainkan tidak ditagih.

Tapi masanya diperpanjang. Selama pandemik ini tidak ada penagihan. bukan pengurangan hutang.

Menurut Ariyo, dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini bila dibiarkan selain menimbulkan problem ekonomi yang serius pada akhirnya dapat merembet pada krisis keuangan.

"Untuk itu pemerintah perlu mengambil langakah langkah strategis yang benar benar dijalankan untuk melindungi perekonomian nasional dari krisis keuangan sebagai dampak turunan dari Covid-19," ujarnya.

Sependapat dengan pengamat ekonomi lainnya Ariyo sepakat bahwa yang pertama pemerintah harus lakukan adalah mencegah penularan Covid-19 kepada rakyat Indonesia.

Sebab pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sudah sakit. Penghentian wabag Covid-19 merupakan kunci keberhasilan pemulihan ekonomi.

Ariyo sendiri melihat pemerintah sampai saat ini belum menerapkan standar organisasi kesehatan dunia atau WHO dalam upaya pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19.

Hal ini terlihat, belum dilakukannya langkah triple T yakni test, tracing dan traking.

Sementara pemerintah negara-negara maju seperti Singapura sudah melakukan langkah 3 T tersebut. Sehingga korban dan pasien Covid-19 bisa diminimalisir.

“ WHO sendiri dari awal sudah mengingatkan bukan hanya ke Indonesia tapi juga kepada negara-negara yang pada periode Januari-Februari itu tidak aware akan wabah ini. Bahkan sampai sekarang pemerintah tidak mau melakukan masif test dan Triple T. Test, Tracing, and Tracking. Jadi yang sudah positif itu di-track, dia sudah berhubungan dengan siapa saja, bersentuhan dengan siapa saja. Nah, yang berhubungan itu ditest juga jadi tahu populasinya. Itu lebih bagus dan kita semakin jelas segini masyarakatnya, di daerah ini, pekerjaan ini," papar Ariyo DP Irhamna.

Menurut Ariyo, jika kita sudah memiliki gambaran yang jelas tentang penyebaran dan pencegahan penularan Covid-19, akan membuat pemerintah mudah dalam mendesain kebijakan yang tepat di bidang ekonominya.

Sehingga tahu perusahaan mana yang perlu insentif mana yang tidak. Perusahaan yang menyerap tenaga kerja yang banyak serta menggerakan sektor ekonomi ril tantu perlu insentif.

“misalnya ternyata perusahaan ini mayoritas tenaga kerjanya terkena positif Covid, jadi targeted oh ini baru dikasih insentif. Kalau saat ini kan tidak tau yang dikasih insentifnya umum saja semua perusahaan. Padahal tidak semua perusahaan mungkin terkena. Secara umum mungkin terkena tapi akan lebih bagus kalau targeted ada datanya. Jadi protokol WHO yang Tripel T itu harus dilakukan,” papar Ariyo DP Irhamna.

Agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya pencegahan penularan dan penyebaran wabah Covid -19 secara maksimal, menurut Ariyo, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) digunakan untuk menambah biaya pencegahan dan penularan Covid 19 oleh pemerintah daerah di daerahnya masing-masing.

Ariyo sendiri menilai selama ini dana DBHCHT kurang tepat pemanfaaatannya. Belum sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Pemerintah Daerah lebih banyak kepada pembangunan fisik.

Bukan kepada peningkatan kualitas kesehatan, Pendidikan dan kualitas sumber daya masyarakat daerah.

“Iya kalau digunakan untuk penanganan covid-19 akan bermanfaat, kalau tidak digunakan tidak ada artinya juga.Jadi saya setuju DBHCHT itu bisa digunakan untuk mengatasi Covid karena kalau tidak diatasi, ekonominya akan semakin lama dan dalam jatuhnya. Semakin lama kita recovery econominya,” papar Ariyo.

Selain memberikan sumbangan kepada pemerintah daerah lewat DBHCHT cukup besar, Ariyo mengakui industri rokok menyerap tenaga kerja yang banyak dan memberikan sumbangan keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Karena itu dia yakin perhatian pemerintah terhadap industri hasil tembakau ini cukup besar.

Namun Ke depan pemerintah perlu menggali sumber sumber cukai lainnya. Tidak harus dari cukai rokok. Harus ada dari sektor lainnya.

“ (industri rokok) tidak boleh dibiarkan mati. saya rasa pemerintah cukup care juga karena kontribusi (Iindustri hasil rokok) nya besar,” papar Ariyo DP Irhamna.

P S B B

Ariyo mengakui, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang belakang ini mulai banyak diterapkan oleh pemerintah daerah selain di Jakarta dan wilayah Bodetabek, sedikit banyak memgganggu kelancaran ekonomi.

Hal ini menyebabkan terjadi supply and demand shock.

Dimana permintaan dan penawaran komoditas ekonomi maupun komoditas yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari terganggu.

“istilah kita kan supply and demand shock.  Penawarannya kedisrupsi dan juga demand-nya. Kalau dari suplainya dengan adanya covid 19 ini atau di masa pandemik, di sisi supply shock perusahaan itu terganggu pasokannya, karena memang manusia dalam istilah ekonomi sebagai tenaga kerja kena shock di aspek kesehatan tenaga kerjanya,' kata dia.

Jadi, kata dia, otomatis kapasitas produksinya akan berkurang dan suplai barang-barang dan jasa akan turun. Nah, di sisi demand-nya karena produksi menurun otomatis daya beli turun karena banyak yang di PHK, tidak ada produksi, tidak dapat gajian.

"Jadi Daya beli masyarakat turun, karena kehilangan pekerjaan, toh orang-orang yang sudah kerja tetap di pabrik tidak ada produksi, kan dia hilang juga,” papar Alumnus FEB Universitas negeri sebelas Maret Solo, Jawa Tengah (UNS) .

Namun demikian, mengingat tujuan dari PSBB adalah mencegah penyebaran dan penularan Covid-19. Maka PSBB tersebut harus didukung semua pihak dan dijalankan.

Agar wabah Covid-19 segera berlalu. Sementara kunci dari pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pencegahan penyebar luasan dan pencegahan penularan Covid -19.

“PSBB itu adalah dalam rangka pencegahan Covid-19. Bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sakit. Jadi, PSBB ini harus dilaksanakan dan harus didukung agar wabah Covid -19 ini segera berlalu,” papar Ariyo DP Irhamna.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini