News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Saran Politikus PKS kepada Pemerintah tentang Komunikasi di Masa Pandemi Covid-19

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tangkapan layar acara diskusi yang menghadirkan narasumber dari Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai memiliki kualitas komunikasi politik yang buruk di masa pandemi virus corona atau Covid-19.

Sehingga membuat masyarakat kehilangan kepercayaan akan pemerintah.

Baca: Cerita WNI dari Oman yang Kembali ke Jakarta saat Pandemi Covid-19

Terkait hal itu, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani menawarkan sejumlah solusi komunikasi strategis di masa pandemi ini.

Pertama, pemerintah diminta mengenali seperti apa masyarakat dan apa yang berarti bagi masyarakat tersebut.

"Saya menawarkan bahwa komunikasi yang seharusnya dilakukan di tengah krisis itu hendaknya kita mengenali seperti apa sih masyarakat kita dan apa yang berarti buat mereka," ujar Netty, dalam webinar 'Komunikasi Politik Pada Masa Pandemi Covid-19', Sabtu (11/7/2020).

"Jadi empati dan ada kepedulian kita, sehingga tidak malah membuat adanya jurang kepercayaan," kata Netty.

Kedua, Netty mengimbau pemerintah untuk lebih menyampaikan pesan yang bermakna.

Dia menegaskan pemerintah tidak cukup hanya sekadar menyampaikan informasi saja.

Namun harus mengidentifikasi kepercayaan masyarakat lewat pesan.

"Seperti sebuah keprihatinan, ada sebuah kerendah hatian. Sampaikan permohonan maaf belum maksimal (dalam penanganan pandemi), mohon maaf ada permasalahan disini. Bukan kemudian melakukan isu-isu pengalihan," jelasnya.

Ketiga, pemerintah diharapkan bisa mengaktivasi berbagai petugas lini lapangan, bidan, perawat dan sebagainya untuk memperbaiki paradigma pemahaman masyarakat tentang new normal.

Selanjutnya, Netty menilai perlu dilakukan melakukan monitoring dan adaptasi sesuai kebutuhan.

Menurutnya ini harus terus dilakukan karena pandemi adalah sesuatu yang sifatnya fluid dan sangat dinamis.

"Sehingga nggak bisa hari ini A, kemudian besok dipatok harus A. Harus diikuti, dimonitor hari ke hari," kata dia.

Terakhir, Netty mengatakan pemerintah harus melakukan komunikasi dengan berpikir ke depan.

Terutama bagaimana memformulasikan kemungkinan-kemungkinan respon untuk fase-fase krisis yang masih harus dihadapi bersama.

"Seperti fase infeksi berkepanjangan, fase recovery, fase new normal. Dan kemudian bagaimana membangun skenario kolaborasi optimal antara pemerintah dengan masyarakat, ini juga menjadi tantangan yang tidak sederhana," tandasnya.

Masyarakat Bisa Kehilangan Kepercayaan

Netty menilai, buruknya kualitas komunikasi pemerintah membuat masyarakat kehilangan kepercayaannya.

"Catatan kritis saya yaitu kualitas komunikasi pemerintah itu sangat buruk. Sehingga menghilangkan kepercayaan masyarakat, atau minimal mengurangi kepercayaan masyarakat," ujar Netty.

Netty menilai tidak ada kekonsistenan yang dimunculkan dalam komunikasi politik pemerintah.

Salah satunya terkait transparansi pemerintah kepada masyarakat.

"Pernyataan yang inkonsisten dan tidak transparan, seperti berapa sih APD yang dibuat, berapa sih APD yang didistribusikan, mana sih insentif untuk tenaga kesehatan," kata dia.

Selain itu, contoh lain merujuk pada ucapan pejabat yang dinilai tidak sensitif.

Netty mencontohkan pernyataan terkait 'si kaya dan si miskin' yang dilontarkan oleh juru bicara pemerintah terkait penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.

Akibat pernyataannya yang dinilai menyakiti masyarakat, kata dia, kemudian dimunculkanlah dr. Reisa Broto Asmoro sebagai Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Covid-19.

"Sehingga jurang persepsi yang dalam antara harapan publik dengan good governance ini luar biasa, termasuk pernyataan pejabat publik yang tadi saya katakan tidak sensitif, dan akhirnya ada praktek-praktek mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ada moral hazard yang juga terjadi," ungkapnya.

Menurut Netty, baik buruknya kualitas komunikasi tersebut sangat ditentukan oleh leadership.

Baca: Hidayat Dorong Pemerintah Laksanakan UU Pesantren, Khususnya Di Masa Pandemi Covid 19

Dia kemudian mengutip salah satu kalimat dari James Humes yakni 'the art of communication is the language of strong leadership'.

"Dan akhirnya mudah-mudahan kita semua sepakat bahwa salah satu yang menentukan baik buruknya komunikasi ini adalah leadership," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini