News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Jubir Kemenkes: Mutasi Virus Corona N439K Terdeteksi di Indonesia Sejak November 2020

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona. Varian virus corona N439K disebut terdeteksi di Indonesia sejak November 2020.

TRIBUNNEWS.COM - Setelah mutasi virus corona B117, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya mutasi virus corona N439K.

Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih, mengatakan, varian virus corona N439K ini sudah ditemukan di 30 negara dan lebih pintar dari virus corona yang ada sebelumnya.

"Varian N439K ini yang sudah lebih di 30 negara ternyata lebih smart dari varian sebelumnya karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," ujar Daeng dalam keterangan tertulis, dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan, varian N439K diduga muncul dua kali secara terpisah.

Pertama kali mutasi virus corona tersebut ditemukan di Skotlandia pada awal pandemi.

Lalu, kedua, dengan jangkauan lebih luas di Eropa dan saat ini sudah sampai Indonesia.

Baca juga: Mutasi Virus Corona N439K, Kemenkes: Belum Jadi Perhatian Khusus WHO

Baca juga: Update Kasus Corona 14 Maret: Pasien Positif Tambah 4.714, Sembuh 5.647, Meninggal 97

"N439K ini awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia. Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Terus, mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas," katanya seperti dikutip dari akun twitternya, Sabtu (13/3/2021).

Sifat N439K yang paling disorot adalah resistan terhadap antibodi alias tidak mempan.

"Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi, maupun antibodi yang telah disuntikkan ke tubuh kita," kata Zubairi.

Ia mengatakan, Amerika Serikat merupakan negara yang mencoba mengantisipasi mutasi N439K ini.

Mereka mengeluarkan EUA untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan Covid-19.

"Yang jadi persoalan, N439K ini tidak mempan diintervensi obat itu," ungkapnya.

Lebih lanjut, seperti dikatakan Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, N439K memiliki banyak cara mengubah domain imunodominan untuk menghindari kekebalan (tubuh manusia) sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang.

Namun, yang jadi catatan epidemiolog, penyebaran N439K tidak secepat B117.

"Pesan saya. Tetap jaga jarak, pakai masker dan hindari kerumunan, apalagi di dalam ruangan. Jangan bosan saling ingatkan. Pandemi belum usai," ujar Zubairi.

Terdeteksi di Indonesia Sejak November 2020

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, memastikan varian virus corona N439K terdeteksi di Indonesia sejak November 2020.

"Sejak akhir November sudah dilaporkan ada N439K karena semua mutasi harus dilaporkan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID)," kata Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Gelombang Keempat Pandemi Covid-19 di Jepang Diwarnai Mutan Baru Virus Corona

Baca juga: Mutasi Virus Corona B117 dan N439K, Mana yang Lebih Diwaspadai ? Ini Kata IDI

Namun, Nadia belum dapat memastikan jumlah kasus mutasi virus corona N439K di Indonesia.

Ia menyebutkan, mutasi virus corona N439K masih dalam tahap kajian di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan hingga saat ini belum memperoleh perhatian khusus.

"Ini sebenarnya mutasi single, hanya ada satu mutasi pada jenis varian ini. Jenis varian ini bukan yang diminta oleh WHO untuk mendapat perhatian khusus," katanya.

Nadia mengungkapkan bahwa mutasi N439K lebih dahulu ditemukan dibandingkan varian B117.

Namun, yang mendapat perhatian khusus berdasarkan rekomendasi WHO adalah mutasi virus B117 dari Inggris, B1351 dari Afrika Selatan, dan P1 dari Brasil.

Nadia juga mengatakan, biasanya WHO akan mengumumkan setelah kajian dari para ahli yang berasal dari berbagai negara telah selesai, termasuk tingkat keganasan N439K apakah lebih menyebabkan keparahan Covid-19 atau tidak.

"Jadi memang baru ada yang disebut sebagai virus ini dia di dalamnya, melekat pada ace reseptor-nya, itu dikatakan lebih kuat, tapi itu di dalam suatu uji coba melihatnya. Artinya memang baru satu jurnal yang mengatakan ini dan kita belum mendengar lebih lanjut dari WHO seperti apa," ujarnya.

Sebagai informasi tambahan, ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo menilai, N439K relatif lebih mudah menular dan kemungkinan bisa lolos dari antibodi vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

"Ada kemungkinan varian ini (N439K) ini bisa lolos dari sebagian antibodi paska vaksin, maka pemerintah perlu perkuat kontak telusur yaitu T kedua (tracing) dari 3T," kata Ahmad.

(Tribunnews.com/Latifah/Rina Ayu, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini