TRIBUNNEWS.COM - Varian baru virus corona B.1.1529 "Omicron", disebut sebagai varian super yang dilaporkan dari Afrika Selatan.
Corona B.1.1529 ini telah menjangkiti beberapa negara Afrika lainnya.
Dikutip dari NPR, varian B.1.1.529 dilaporkan dapat memiliki mutasi dua kali lebih banyak dibandingkan varian Delta, yang menjadi varian dominan di sebagian besar dunia selama musim panas.
Belum jelas apakah mutasi membuat varian ini lebih menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Baca juga: Ahli Virologi Meneliti Varian Virus Corona yang Teridentifikasi di Afrika
Baca juga: Hasil Studi Ungkap Hewan Pengerat Dapat Membawa Virus Tanpa Gejala Mirip SARS
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan darurat, di mana mereka akan memutuskan apakah varian B.1.1.529 masuk kelompok Variant under investigation (VUI), atau akan masuk Variant of Interest (VOI) atau Variant of Concern (VOC).
Dalam pertemuan darurat tersebut, mereka menamai varian baru virus corona "Omicron", setelah huruf ke-15 dari alfabet Yunani, dan menetapkannya sebagai "Variant of Concern (VOC)".
Menurut Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman, varian ini menjadi satu pertanda yang sangat serius.
Pasalnya, Omicron langsung ditetapkan sebagai Varian of Concern.
Pada varian mutasi sebelumnya, perlu beberapa tahapan sampai bisa menjadi Varian of Concern.
"Ini adalah salah satu pertanda yang sangat serius. Dan umumnya penetapan varian itu dari varian of interested dulu atau under of investigision. Tapi ini langsung lompat dan ini menjadi varian of concern," ungkapnya saat ditanyai Tribunnews, Sabtu (27/11/2021).
Menurut Dicky hal ini menjadi satu hal yang serius dan kemungkinan bisa saja terjadi gelombang ketiga.
Dicky memprediksi hal ini tidak hanya terjadi pada Indonesia, namun juga dunia.
"Dalam hal ini tidak hanya di indonesia tapi juga dunia. Karena Omicron ini adalah lahir dari situasi dimana adanya wilayah negara, kawasan rendah kapasitas 3T, 5M dan, vaksinasinya," kata Dicky.
Selain rendahnya penerapan protokol kesehatan di suatu negara, lambannya program vaksinasi Covid-19 pun dapat memperparah situasi