TRIBUNNEWS.COM - Indonesia dengan tradisi Ramadan yang begitu beragam merupakan warisan luhur yang seharusnya dikuatkan, dilestarikan dan dipelihara. Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan, tradisi tersebut tak hanya menjadi penguat semangat keagamaan, tapi juga persatuan dan kebersamaan.
Demikian disampaikan pria yang karib disapa Gus Muhaimin saat menghadiri pengajian jelang buka puasa bertajuk NGOPI atau Ngopeni Ati (menjaga hati) bersama warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur secara hybrid, Sabtu (16/4/2022).
"Tradisi Ramadan yang banyak saat sahur, saat tarawih, saat menjelang berbuka memang khazanah yang harus dikuatkan, dipelihara dan menjadi sarana bagi kita dalam menopang kehidupan keagamaan dan kebersamaan kita," kata Gus Muhaimin.
Di sisi lain, lanjut Gus Muhaimin, forum-forum pengajian serupa menjadi sarana untuk saling mencerahkan dan menguatkan sisi kearifan lokal atau tradisi setiap bulan Ramadan di Indonesia.
"Apalagi di era yang serba dipenuhi perubahan saat ini yang disebabkan banyak faktor, seperti pesatnya teknologi, adanya pandemi yang tidak pernah kita bayangkan, juga krisis global," ujar Gus Muhaimin.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyatakan, adanya perubahan yang cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidupan tentu saja berdampak pada eksistensi ragam tradisi-tradisi tersebut, tapi sebaliknya teknologi tidak boleh merusaknya.
Gus Muhaimin yakin tradisi-tradisi itu tetap bisa lestari jika seluruh elemen bangsa mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan itu, misalnya optimalisasi pengajian dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
"Jadi pengajian-pengajian seperti ini (dengan memanfaatkan teknologi) sangat baik untuk melakukan penguatan-penguatan tradisi yang memang sangat banyak di Indonesia," tutur Gus Muhaimin.
Tak hanya itu, pengajian semacam Ngopeni Ati tersebut juga bisa menjadi sarana untuk mendiskusikan banyak hal, seperti redefinisi arah pembangunan secara langsung bersama masyarakat di berbagai bidang baik kenegaraan, government, sosial, serta pendidikan khususnya di dunia pesantren.
Ia mencontohkan arah pembangunan era Orde Baru misalnya yang begitu kuat di hulu atau pemerintah, lalu muncul gerakan reformasi yang secara total mengubahnya di mana kekuatan sipil atau rakyat begitu dominan. Dimanika ini yang ia nilai perlu dikaji bersama masyarakat.
"Tetapi setelah lebih 20 tahun reformasi ini kita cepat mengevaluasi kembali kalau negara tidak berdaya apakah hasilnya kemaslahatan, kemakmuran, dan keadilan? Nah ini yang menjadi masalah (saat ini), karena liberalisme yang mengakibatkan negara tidak terlampau bisa berperan berdampak pada lambannya kemajuan," tutur Gus Muhaimin.
Oleh sebab itu, keponakan Gus Dur ini menegaskan menjaga hati atau Ngopeni Ati begitu penting dilakukan dan dilestarikan, terutama saat Ramadan seperti sekarang. Selain sebagai sarana kajian keagamaan, Gus Muhaimin menyebut Ngopeni Ati juga menjadi media diskusi arah pembangunan Indonesia yang lebih baik di masa akan datang.
"Ngopeni ati itu menjaga kita supaya kita hadir dalam kesiapan mental yang memadai, berperan lebih optimal di berbagai profesi masing-masing, dan tanggung jawab kita sebagai warga negara," tukas Gus Muhaimin.(*)