TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi isu-isu krusial.
Menurutnya, hal ini tidak hanya menyangkut soal pemerataan dan mutu, tetapi juga persiapan terkait infrastruktur, telekomunikasi ataupun perangkat, dan aspek-aspek sarana prasarana lainnya.
Oleh karena itu, ia berharap akan ada kebijakan yang transformatif dan komprehensif sebagai payung hukum untuk menampung semua ide dan gagasan baru.
“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini juga melahirkan berbagai kebijakan yang sifatnya transformatif melalui Merdeka Belajar. Sayangnya, pengaturan yang ada saat ini belum tentu bisa memayungi semua ide-ide dan gagasan baru,” ungkap Hetifah saat menghadiri acara Seminar Nasional (Semnas) yang diselenggarakan oleh Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) DPR RI di Solo, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (30/5/2023).
“Jadi, perlu ada satu pengaturan yang lebih komprehensif dan juga memiliki sifat yang lebih merangkul berbagai kementerian atau lembaga lainnya. Hal ini bertujuan agar apa yang dicita-citakan dapat diwujudkan di dalam sistem pendidikan nasional,” tambah Hetifah, dikutip dari keterangan persnya, Senin (5/6/2023).
Hetifah menjelaskan, banyak hal yang perlu diperbaiki dari UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dengan demikian, perubahan ini juga diikuti dengan perubahan lain di dalam UU terkait.
Misalnya, UU tentang Pemerintahan Daerah Nomor 23 yang mengatur tentang kewenangan-kewenangan yang dinilai bagi daerah-daerah tertentu sangat mengharapkan dukungan.
“Tentu saja, di sini ada pembagian kewenangan antara pemerintah daerah (pemda), kabupaten/kota, provinsi, maupun pemerintah pusat. Mudah-mudahan nanti Kemendikbud Ristek sebagai pengusul RUU bisa memperbaiki draf yang ada, baik naskah akademiknya maupun draf RUU,” ujarnya.
“Selain itu, juga bisa melibatkan lebih banyak lagi partisipasi masyarakat dari segala kalangan, sehingga tingkat penerimaan terhadap revisi UU ini menjadi lebih tinggi dan DPR pun bisa menerima ini sebagai salah satu dari prolegnasnya,” jelasnya.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini pun berharap segala turunan dari revisi UU, seperti persoalan guru-guru honorer, dapat segera terselesaikan. Sebab, hal itu berkaitan dengan UU lainnya, yaitu UU ASN.
“Perlu adanya pengkajian pada UU lainnya yang menjadi konsekuensi logis dari sistem pendidikan nasional yang baru ini,” tutupnya.