TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani mengecam keras proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus bebas dari berbagai macam praktik pungutan liar (pungli). Maka itu, Ia menekankan, satuan gugus tugas (satgas) Saber Pungli harus turun langsung ke lapangan untuk mengawal setiap tahapan prosesnya.
“Memasuki tahun ajaran baru sekolah, perlu untuk memperhatikan dan mengantisipasi adanya praktik pungli yang dilakukan oknum tertentu demi memperoleh keuntungan pribadi semata. Pemerintah harus memprioritaskan permasalahan ini dan terus melakukan pengawasan proses PPDB,” ungkap Puan dalam keterangan persnya, Kamis (15/6/2023).
Baru-baru ini terjadi dugaan kasus pungli yang dilakukan oleh oknum komite salah satu sekolah SMK di Garut, Jawa Barat (Jabar). Pada kasus itu, diketahui, orang tua siswa diminta memberikan uang sejumlah Rp5.000.000 hingga Rp7.000.000 guna sang anak bisa diprioritaskan masuk ke sekolah tersebut.
Mendengar permasalahan tersebut, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini mengecam dugaan praktik pungli itu. Ia pun menegaskan, tidak ada pembenaran terhadap perilaku pungli yang terjadi.
“Pungutan liar merupakan tindakan yang tidak etis dan sangat tercela. Ini sekaligus dinilai melanggar hukum dan merugikan calon peserta didik serta keluarganya,” ujar Puan.
Mantan Menko PMK itu pun mendorong pemerintah, melalui Satgas Saber Pungli untuk melakukan pengusutan tuntas dari dugaan praktik-praktik pungutan liar. Sebab, menurutnya, harus ada langkah konkret di lapangan.
“Satgas Saber Pungli juga harus lebih banyak untuk turun ke lapangan melakukan pengawasan PPDB. Ini menjadi salah satu bentuk preventif dari aparat berwenang agar jangan sampai pungli makin merajalela saat tahun ajaran baru,” ucapnya.
Tak hanya itu, Puan juga mendorong Satgas Saber Pungli untuk mengawasi bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Menurutnya, program bantuan dari pemerintah ini harus diterima oleh mereka yang berhak.
“Tidak boleh ada yang mengambil hak masyarakat yang membutuhkan. Kami di DPR RI akan terus mengawal agar program-program bantuan untuk masyarakat ini dapat tepat guna dan tepat sasaran,” katanya.
Sebelumnya, terdapat dua oknum guru di Lumajang, Jawa Timur (Jatim) yang memanfaatkan ketidaktahuan wali murid dalam proses pencairan PIP. Adapun modus yang dilakukan yakni menarik iuran dengan dalih biaya administrasi bagi siswa penerima dana bantuan.
Melihat itu, Cucu dari Bung Karno ini pun meminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang lebih masif mengenai program-program bantuan kepada publik. Hal itu dilakukan, karena banyak informasi yang perlu untuk diketahui sampai ke bawah, sehingga masyarakat memahami tidak ada pungutan biaya dari program tersebut.
“Kurangnya sosialisasi berpotensi menimbulkan praktik pungli. Padahal, program PIP diberikan secara gratis tanpa adanya pungutan biaya administrasi.”
“Maka gencarkan kembali sosialisasi PPDB agar terhindar dari praktik pungli. Dan ini merupakan perwujudan agar anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa bisa mendapatkan hak pendidikan dari Negara,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia berharap sosialisasi yang masif dapat membuat orang tua atau wali murid peka terhadap praktik pungli yang masih banyak ditemukan di berbagai daerah.
"Dengan demikian, orang tua siswa dapat mengidentifikasi jika ada dugaan pungutan liar dan memberikan laporan," tuturnya.
Di sisi lain, ia juga mendorong Satgas Saber Pungli di setiap daerah untuk membuat hotline atau layanan pengaduan masyarakat mengenai praktik pungli. Dengan begitu, aparat berwajib bisa merespons cepat apabila ada laporan pungli yang terjadi.
"Satgas ini kan ada sampai di tingkat daerah, jadi coba buat hotline aduan masyarakat yang ingin melaporkan adanya pungli agar masyarakat tahu harus melapor ke mana saat mereka jadi korban atau mengetahui adanya praktik pungli," imbaunya.
Selain itu, ia juga mengajak seluruh stakeholder untuk bersama-sama mengawasi praktik pungli di lingkungan lembaga pendidikan. Khususnya, dalam proses penerimaan siswa di tahun ajaran baru ini.
"Kita perlu membentuk lingkungan pendidikan yang jujur, transparan, dan bermartabat, yang dapat memberikan kesempatan yang setara bagi semua individu untuk mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik," tutupnya.