Laporan Wartawan Tribunnews.com, Muhammad Husain Sanusi Dari Makkah
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH – Bayangan Kakbah tiba-tiba hilang pada Selasa (16/7/2019) pukul 12.30 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 16.30 WIB.
Ini adalah fenomena astronomi matahari yang terjadi ketika matahari persis di atas Kakbah terjadi selama dua hari pada Senin dan Selasa.
Beberapa menit bayangan jamaah yang menunggu salat duhur di pelataran Kakbah menghilang akibat fenomena itu.
Namun cukup kesulitan untuk memantau bayangan Kakbah saat fenomena terjadi. Sebab putaran manusia yang sedang menjalankan tawaf sangat banyak.
Cara untuk membuktikan adalah menaruh objek benda seperti botol minum, tidak jauh dari Kakbah. Saat matahari persis di atas Kakbah, botol tadi tidak memiliki bayangan.
Baca: Pengakuan Pegawai Honorer Nyambi Jadi PSK, Agar Berkelas Sewa Hotel, Tapi Berbagi Dengan Kawan
Baca: Kabar Terkini Pemulangan Rizieq Shihab, Pengakuan Ali Ngabalin Wakafkan Diri dan Sekjen FPI: Dicegah
Baca: Pakar Hukum Internasional Nilai Keimigrasian Bukan Penghalang Rizieq Shihab Pulang, Ini Analisisnya
Fenomena matahari Kakbah persis di atas Kakbah selain langka, juga bisa dijadikan acuan memperbaiki posisi arah kiblat. Termasuk arah kiblat masjid dan musala di Indonesia.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kemenag Agus Salim menjelaskan fenomena matahari melintas persis di atas Kakbah tersebut.
"Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana saja, akan mengarah lurus ke Ka'bah," katanya.
Agus mengatakan peristiwa semacam ini dikenal juga dengan nama Istiwa A'dham atau Rashdul Qiblah. Yaitu, waktu Matahari di atas Ka'bah di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk arah kiblat.
Momentum ini, lanjut Agus, dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya. Caranya dengan menyesuaikan arah kiblat ke arah bayang-bayang benda pada saat Rashdul Qiblah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pengecekan arah kiblat.
Pertama pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau menggunakan bandul. Kedua permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata. Dan yang ketiga jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom.
Saat terjadi fenomena tersebut cuaca di Masjidilharam tidak seterik biasanya. Saat itu terpantau suhunya di 41 derajat Celcius. Catatan suhu yang lumayan terik terjadi Jumat (12/7) lalu. Siang hari setelah salat Jumat, cuaca hampir 50 derajat Celcius.