“Seperti saya ini mendapatkan nama baru Haji Syamsuddin, nanti di kampung orang-orang tidak lagi memanggil Sapari tapi Haji Syamsuddin. Dan nanti nama baru itu akan lebih terkenal dibandingkan nama lamanya,” ujar Sapari bersemangat.
Meski demikian, perubahan nama tersebut tidak akan mengubah data-data pada dokumen kependudukan atau dokumen-dokumen penting lainnya seperti KTP, KK atau Ijazah lulusan lembaga sekolah.
“Di dokumen akan tetap menggunakan nama lama, nama baru ini hanya nama dan gelar setelah haji tapi akan menjadi nama panggilan populer di masyarakat,” ujar Sapari.
Bagaimana Hukumnya Dalam Islam? Bertentangan atau Tidak dengan Syariat?
Apakah tradisi orang Madura mengubah nama ini bertentangan dengan Syariat?
Konsultan Ibadah, KH Ahmad Wazir, menjelaskan dari sisi sejarah dan syariat terkait dengan hal tersebut.
“Tentang ganti nama itu terjadi ketika haji zaman dulu diurus oleh maktab dari para syekh yang menjadi pemandu jemaah haji. Dari sisi agama, literatur belum saya jumpai, itu hanya aspek tradisi maksudnya ya untuk tabarruk, ngalap berkah,” kata KH Ahmad Wazir.
KH Ahmad Wazir menambahkan, jika nama asli jelek, memang seharusnya di ganti yang lebih bagus, atau tradisi Jawa, istilahnya kabotan jeneng, atau seseorang sering sakit sakitan juga.
“Sebagian Kyai ada yang menyarankan ganti nama, kalau yang terakhir ini ada penjelasannya dalam sebagian kitab, ini banyak benarnya. Contoh seseorang yang namanya ada fa' nya biasanya kecilnya sakit sakitan terus, fa' itu karakternya bawa penyakit, maka Ummul Kita itu hurufnya gak ada fa' nya, sebab Qur'an itu jika di peras jadi fatihah,sedangkan sebutannya adalah "Syifa" sebagai obat penyembuh, biar tidak kontradiktif Allah memilihkan huruf dalam Ummul Kitab tidak ada fa'nya,” jelas KH Ahmad Wazir.