Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat dari Makkah
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAHÂ - Demi mengantisipasi dan meminimalisasi penyakit gangguan jiwa menghinggapi jamaah haji Indonesia selama mengikuti ibadah haji tahun 1444 H atau 2023 Masehi, jamaah haji seyogyanya saling membuka diri jika mengalami persoalan, sekaligus menciptakan lingkungan berhaji yang sehat, dan saling memberi dukungan satu sama lain.
Dijelaskan dr. Erih Williasari Sp KJ di Ruang Rawat Inap Psikiatri, Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di kawasan Aziziah, Makkah.
Sebagai penaggungjawab layanan psikiatri di KKHI dr Erih Williasari Sp KJ menambahkan, jamaah haji Indonesia mempunyai kemungkinan terkena gangguan jiwa jika tidak mengantisipasi beberapa sindrom yang menghampiri penyakit laten itu.
"Sindrom itu, biasanya datangnya dari kondisi fisik dan psikis yang melemah. Yang paling utama, pasien dimensia timbul dari lingkungan yang kurang nyaman. Jadi, sikonnya harus mendukung, atau supporting system-nya harus bagus. Harus ada penggambaran saat akan melakukan ibadah wajib seperti apa, ibadah sunah seperti apa, supaya tidak terjadi shock culture," kata dr Erih Williasari Sabtu (3/6/2023).
Dimensia adalah kondisi menurunnya cara berpikir dan daya ingat seseorang yang biasanya terjadi pada lansia usia 65 tahun ke atas.
dr Erih Williasari Sp KJ memberikan contoh, saat ini KKHI sedang melakukan perawatan
pasian baru, seorang wanita paruh baya yang tetiba suka mengamuk tanpa sebab, karena selama menjalani ibadah haji, karena aturan berhaji, harus dipisahkan dari suami tercintanya.
Karena itu, pasien dimensia harus dijelaskan sedetilnya tentang sebuah hal yang akan dijalaninya. Supaya, sekali lagi tidak menemui pemahaman yang keliru.
"Seperti memberikan edukasi kepada anak-anak. Kuncinya ciptakan lingkungan yang nyaman. Karena pengobatan jiwa membutuhkan pendekatan psiko terapis. Dibutuhkan juga psiko terapis supportif, atau pendampingan psikiater kepada lingkungan pasien," katanya lebih lanjut.
Dia menjelaskan, secara psikologis atau kejiwaan penanganan pasien gangguan jiwa akan mudah dilakukan jika pasien mau dan mampu membuka diri, atau speak up tentang apa yang tidak membuatnya nyaman.
"Jadi harus mau curhat, mau speak up, membuka diri. Dan kita harus menjadi kawan yang penuh empati kepada pasien, agar terjalin komunikasi, selanjutnya sembari mengasup obat yang diberikan, beban jiwa pasien akan tertanggulangi dengan sendirinya," katanya.
dr Erih Williasari Sp KJ menyadari sekali, gangguan jiwa banyak faktornya, diantaranya depresi, cemas, dan gangguan penyesuaian.
Baca juga: Kelelahan, Batin Sempat Khawatir Tak Bisa Melaksanakan Umrah
"Apalagi tanpa support system dari lingkungannya, akan mempercepat depresi dan kecemasan," katanya sembari menegaskan, dimensia akan mengganggu daya pikir dan daya konsentrasi seseorang, bahkan disorientasi.