Menurut dia, pada sidang ketiga, Jaksa Penuntut Umum tidak bisa membuktikan kesalahannya.
Demikian pula pada sidang keempat.
"Sidang terakhir, karena mungkin qadhi (hakim) jengkel karena JPU tidak hadir, diputuskan bahwa lima orang (terdakwa) termasuk saya dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan," ucap Supadi.
Akui Terjaring Razia, Tapi Bukan Terkait Visa Haji
Supadi mengakui sebelum sidang, ia sempat terjaring razia.
Ketika terjaring razia pun, kata Supadi, yang ditanyakan oleh aparat setempat bukanlah persoalan visa.
Meski diakuinya, jika ia ke Arab Saudi dengan modal visa ziarah.
Namun, dia menegaskan bahwa dirinya tidak datang dengan maksud berhaji.
"Bukan masalah visa. Ketika saya kena razia itu tidak ditanyai masalah visa. Saya cuma ditanya membawa apa. Saat itu saya memang membawa oleh-oleh dari Indonesia sebagai hadiah untuk anak-anak yang belajar di sana. Saya juga membawa uang untuk bekal selama di sana," terang dia.
Supadi mengatakan, saat sedang berada di pesantren (asrama) para penimba ilmu asal Indonesia di Makkah, ada razia gabungan polisi Makkah, Madinah, dan Riyadh.
"Saat tanggal 9 (Juni) itu, setelah Subuh saya ke sana, ada operasi gabungan polisi dari Makkah, Madinah, Riyadh. Saya tidak tahu yang ditargetkan apa. Karena saya juga belum pernah ditanyai masalah visa. Teman-teman yang mukim di sana ditanyai tentang kartu tanda kependudukan," jelas dia.
Dia menegaskan, dirinya memang tidak bersalah sekalipun memakai visa ziarah saat musim haji.
Sebab, dia memang bukan datang untuk keperluan berhaji.
"Kalau saya ditangkap saat berhaji di Arafah, barulah saya melanggar aturan Saudi. Saya berangkat dari Indonesia 5 Juni. Saya ke Riyadh, jalan-jalan di sana. Tanggal 8 sampai Makkah, mau umrah tidak jadi. Lalu 9 pagi saya mengajak anak saya mengantarkan oleh-oleh dari Indonesia untuk anak-anak yang belajar di sana," jelas Supadi.
Dia menegaskan, isu negatif yang mengatakan bahwa dirinya memalsukan dokumen negara sama sekali tidak benar.